2 Jenderal Pasang Badan untuk Soeharto, Sosok Ini Rela Jadi Tameng di Tengah Sniper

Soeharto menjadikan kekuatan militer sebagai penopang utama yang memegang peranan penting selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Pada masa rezim Soeharto, ada jenderal yang menjadi sukarelawan untuk Soeharto.

Di bawah ini adalah dua jenderal yang pernah menjadi sukarelawan untuk Soeharto.

1. Letjen TNI (Purn) Shafri Shamsoddin

Shafri Syamsoddin lahir pada tanggal 30 Oktober 1952 di Makassar. Lulusan Akademi Militer tahun 1974 ini bertugas di TNI hingga tahun 2010.

Baca juga:

Semasa menjabat, Shafri Shamsoyeddin merupakan pengawal utama Presiden Soeharto yang mendampinginya dalam kunjungan ke Bosnia pada tahun 1995. Pada saat kunjungan itu, Bosnia sedang mengalami konflik bersenjata dengan Serbia.

Tidak ada seorang pun di PPB yang bisa menjamin keselamatan Presiden Soeharto. Meski mendapat informasi yang sangat tidak menyenangkan, Soeharto tetap ingin melanjutkan perjalanan ke Bosnia.

Saat Bung Karno keluyuran dan menghina Soeharto, Perwira Koppig

Mendengar hal tersebut, PBB meminta Soeharto menandatangani surat yang menyatakan bahwa PBB tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada Soeharto.

Sesampainya di Bosnia, kami terdengar jelas suara peluru dan artileri. Shafry melihat banyak penembak jitu dengan senapan laras panjang di bandara. Saat itu, bandara ini dikuasai oleh Bosnia dan Serbia.

Pak Shafri dengan keahlian dan pengalamannya langsung diangkat menggantikan Soeharto. Dia menjatuhkan seorang penembak jitu yang memakai jaket dan topi yang sama dengan Soeharto.

2. Jenderal TNI Gatot Subroto

Gatot Soebrod lahir pada tanggal 10 Oktober 1907 di Banyumas, dan meninggal pada tanggal 11 Juni 1962, dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Ia menerima gelar Pahlawan Pembebasan Nasional pada tanggal 18 Juni 1962 dan (secara anumerta) dipromosikan menjadi Jenderal.

Semasa menjadi PNS, Gatot Subroto masih berpihak pada masyarakat adat, khususnya masyarakat kecil. Karena sikapnya tersebut, ia sering ditegur oleh pimpinannya. Namun hal itu tidak membuatnya takut. Bahkan, ia begitu menakuti militer Jepang hingga mengancam akan mengundurkan diri sebagai komandan.

Belakangan, ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, Gatot membentuk Pasukan Keamanan Rakyat. Beberapa prestasi yang ia catat antara lain Pertempuran Ambarawa dan kekalahan pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948. Ia dikenal mantap dan disiplin, serta sangat memperhatikan bawahannya. Bahkan, jika terjadi sesuatu pada mereka, mereka akan memberikan jaminan tanpa ragu.

Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pandam IV Diponegoro sempat diduga melakukan penyelundupan. Hal ini membuat marah Wakil Panglima Angkatan Darat II Ahmad Yani dan Kepala Staf Angkatan Darat A.H. Nasution yang ingin menghukum Soeharto.

Mendengar hal itu, Gatot Soebroto, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, langsung menemui Presiden Sukarno dan memaafkan Suharto. Gatot yakin Soeharto bisa berkembang dan berubah.

*Diolah dari berbagai sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *