4 Sub-Suku di Sorong Selatan Diberikan Wilayah Adat Seluas 40 Ribu Ha

TEMINABUAN – Pemerintah Daerah Administratif Sorong Selatan Papua Barat Daya menerbitkan Surat Keputusan (SK) resmi tentang pengakuan, perlindungan, dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat dan wilayah adat. hingga empat subsuku yang hidup saat ini di wilayah Konda, selatan Sorong.

Bupati Sorong Selatan Samsuddin Angiluli dalam sambutannya Diwakili menteri daerah, Dance Nauw mengeluarkan langsung surat keputusan tersebut kepada perwakilan masyarakat adat distrik Konda yang meliputi subsuku Gemna beserta tiga wilayah adat Keret (Orot, Tanogo dan Segeit). seluas 4.960.828 hektar. Sawah Suku Naga dengan luas wilayah asli 4.674.579 hektar subsuku Yaben. Luas wilayahnya adalah 27.399.432 hektar dan juga termasuk sub suku Afsya yang luasnya 3.307.717 hektar.

Masyarakat adat berperan penting dalam melestarikan alam dan budaya lokal.

Mereka adalah penjaga hutan, sungai, dan lingkungan tempat asal kehidupan. Pengakuan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap segala upaya dan kearifan lokal yang telah dilindungi dan dilestarikan secara turun temurun.

Dia menambahkan bahwa pengakuan yang dicapai melalui keputusan ini menunjukkan masyarakat dan pemerintah federal bahwa komitmen untuk melindungi lingkungan dan memastikan martabat dan kesejahteraan masyarakat adat berjalan seiring.

Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan juga berharap dengan penerimaan ini, semangat kerja sama dan pengelolaan bersama wilayah adat untuk kesejahteraan bersama akan semakin kuat.

“Ini merupakan bentuk pengakuan terhadap hak masyarakat adat untuk melestarikan, melindungi, dan mengelola secara berkelanjutan seluruh sumber daya alam yang ada di wilayahnya. Saya berharap Pemerintah Masyarakat Adat dan mitra pembangunan tetap aktif dan konsisten berupaya membantu penguatan “Masyarakat Adat di Wilayah Administratif Sorong Selatan dalam pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan di kabupaten ini,” kata Dance.

Persetujuan kawasan hutan adat di Distrik Konda seluas 40.282.556 hektar untuk diberikan kepada dua suku utama, Tehit dan Yaben, diperoleh dari masyarakat adat setempat melalui bantuan Konservasi Indonesia (KI). Keputusan kerajaan juga dikeluarkan terhadap masyarakat hukum adat Knasaimos yang memiliki 97.441 hektar tanah adat di distrik Saifi dan Seremuk, didampingi oleh LSM Greenpeace Indonesia dan Bentara Papua.

Proses ratifikasi Komunitas Hutan Asli Konda dimulai tiga tahun lalu. Sejak Juni 2021, KI bekerja sama dengan masyarakat adat di Distrik Konda untuk bersama-sama menyelesaikan konflik pertanian yang ada. sekaligus memperkuat komitmen kita bersama terhadap konservasi hutan Papua.

Roberth Mandosir, direktur Proyek Konservasi Indonesia, mengatakan: Pemetaan bukan sekedar pengakuan, perlindungan dan penghormatan. Namun juga berperan penting bagi generasi penerus setiap subsuku yang tinggal di Konda.

Pentingnya peran masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu, kami mengajak masyarakat Kabupaten Konda untuk ikut memetakan kawasan hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka secara turun temurun.

Pemetaan partisipatif adalah strategi kami. Tidak hanya membantu masyarakat mengetahui batas dan landmark wilayah adatnya, Robert juga menggunakan metode ini.

Nikolas Mondar, perwakilan komunitas suku Nakna, berpartisipasi dalam acara hari ini. Masyarakat adat Konda diakui berterima kasih kepada pemerintah atas upaya yang dilakukan untuk menerbitkan keputusan tersebut.

Nicholas menambahkan, masyarakat di wilayahnya memiliki pemahaman leluhur bahwa hutan asli adalah ibu kandung dan sumber penghidupan mereka.

Namun ketika muncul kendala terkait kehutanan Keterlibatan LSM seperti KI dirasakan sangat berguna untuk lebih memahami pengelolaan hutan adat.

Adi Mahardika, petugas perencanaan konservasi di Departemen Konservasi Indonesia yang mendampingi langsung masyarakat Konda, mengatakan proses menjamin hak masyarakat adat Konda atas hutannya diawali dengan diskusi.

Dia mengatakan percakapan itu terjadi dari balai kota. Dari dapur tokoh masyarakat hingga gereja, film-film konservasi juga diputar dan dibagikan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam.

Pada awal tahun 2022, masyarakat sepakat bahwa tidak ada cara lain untuk memperjuangkan hak hutan mereka. Serta melalui jalur resmi yang ada

Oleh karena itu, keberadaan dan wilayah adat mereka harus diakui dan dilindungi terlebih dahulu secara resmi. Pada tanggal 10 Mei 2022, kami bersama masyarakat Konda menyampaikan keinginan mereka atas hak tata kelola hutan secara mandiri dan lestari di hadapan Bupati Sorong Selatan dan pemangku kepentingan lainnya.

Mereka juga mengucapkan sumpah adat di hadapan nenek moyang mereka yang diyakini tinggal di hutan, bahwa mereka akan menjaga kelestarian alam yang telah mereka berikan kepada anak cucu mereka. Kami dan masyarakat menyebutnya Pernyataan Konda.

KI juga menambahkan, Adi memberikan kesempatan kepada masyarakat Konda untuk mendapatkan pengakuan atas tanah adatnya. Mereka harus mematuhi peraturan yang berlaku.

Ia melanjutkan, setiap subklan telah mencatat keberadaannya masing-masing. Perjanjian ini mencakup tujuh elemen mendasar untuk pengakuan masyarakat adat: sejarah; Kawasan yang dikelola menurut praktik adat, hukum adat, lembaga dan sistem pemerintahan adat, kepemilikan adat, sistem kepercayaan dan hubungannya dengan keanekaragaman hayati

Mulai Juli 2022 hingga Juni 2023. KI kemudian akan bekerja sama dengan masyarakat untuk memetakan wilayah tempat tinggal mereka. Bekerja sama dengan Yayasan Ekologi Sahul Lestari

Kartografi ini mengacu pada tempat-tempat penting dalam konteks sejarahnya. Kepercayaan tradisional, gaya hidup dan habitat seperti mata air

Pada saat itu, baik laki-laki, perempuan, pemimpin adat, bahkan pemuda sangat bersemangat untuk memperkenalkan tanah adat mereka ke dalam peta dengan cara yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya. dan menuliskan tujuh unsur mendasar yang harus diterima masyarakat Indonesia.

Selanjutnya pada bulan Juni 2023, pemetaan partisipatif dengan keempat subsuku telah selesai dan diakhiri dengan rekonsiliasi pada tanggal 3-4 Juli 2023, dimana subsuku yang memiliki batas wilayah menyepakati dan menandatangani peta bersama.

Kesepakatan juga dicapai dengan masyarakat adat tetangga di distrik Saifi, Teminabuan dan Kais Darat.

Pada bulan Oktober 2023, masyarakat adat Distrik Konda mengajukan permohonan pengakuan keberadaan dan wilayah adatnya kepada Panitia Hukum Adat Masyarakat Kabupaten Sorong Selatan, yaitu panitia yang dibentuk oleh kabupaten untuk melaksanakan amanat Peraturan Daerah Sorong Selatan. TIDAK. 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *