5 Media Massa yang Diberedel oleh Soeharto di Era Represif Orde Baru

Rezim Orde Baru dikenal sangat represif dan antidemokrasi. Pemerintahan pimpinan Soeharto akan segera membungkam kritik apa pun. Izin media yang kritis terhadap pihak berwenang akan dicabut atau dilarang.

Saat itu, pemerintah dengan keras melarang banyak media karena dianggap mengganggu pemerintahan otoriter.

Karena tidak mempunyai kebebasan untuk menjalankan fungsi pengawasan, Soeharto membentuk Kementerian Penerangan untuk mengontrol media agar tetap berada di jalur kekuasaan.

Tindakan represif yang dilakukan Soeharto terhadap media kemudian menimbulkan perlawanan yang semakin hari semakin besar, dan terjadilah reformasi melalui aksi massa yang pada akhirnya berhasil menggulingkan Soeharto dari kekuasaan.

Majalah Tempo, Harian Sinar Harapan, Harian Indonesia Raya, Harian Rakyat, dan Harian Abadi merupakan media terlarang pada masa Orde Baru.

1. Majalah Tempo

Majalah Tempo dibredel dalam dua periode: pertama pada tahun 1982 dan kedua pada 21 Juni 1994. Tempo dilarang pada tahun 1982 karena dianggap terlalu keras dalam mengkritik rezim Orde Baru dan Partai Golkar. Tempo diperbolehkan menerbitkan ulang setelah menandatangani pernyataan dengan Menteri Penerangan saat itu, Ali Murtufa.

Tempo dilarang lagi pada tahun 1994 setelah mendapat kritik atas pembelian 39 kapal perang dari Jerman Timur yang tidak transparan. Pemerintah kemudian memberlakukan larangan tersebut melalui Menteri Penerangan. Jurnalis mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai bentuk perlawanan terhadap penguasaan informasi oleh pemerintah.

Setelah penangguhan kedua, Tempo berhenti beroperasi selama empat tahun dan muncul kembali pada 12 Oktober 1998 setelah gulingnya Presiden Soeharto.

2. Sinar harapan setiap hari

Terbit pertama kali pada 27 April 1961, Sinar Harapan beberapa kali dilarang. Dilarang pertama kali pada 2 Oktober 1965 untuk mencegah terbongkarnya peristiwa G 30 S-PKI. Kemudian, pada bulan Juli 1970, di Komisi IV Laporan Tipikor.

Sinar Harapan dilarang pada bulan Januari 1972 menyusul berita bahwa Presiden telah melarang menteri yang memfasilitasi proyek-proyek kecil. Pada bulan Januari 1974, beberapa media, termasuk Sinar Harapan, kembali dilarang sehubungan dengan insiden “Malari”.

Pada bulan Oktober 1986, SIUPP Sinar Harapan dicabut pada bulan Oktober 1986, setelah memuat judul “Pemerintah akan mencabut 44 perintah pengendalian usaha di bidang impor”, sehingga Sinar Harapan berhenti terbit selama 15 tahun.

3. Harian Indonesia Raya

 

Surat kabar Indonesia Raya yang sempat dua kali terbit pada masa Orde Lama dan Orde Baru juga ikut dilarang. Pada tanggal 21 Januari 1974, sehubungan dengan insiden Mallory, Indonesia Raya melarang sebelas surat kabar dan sebuah majalah berita sebagai kompensasi.

Dua pemimpinnya, Moktar Lubis dan Ngak Bahauddin, ditahan karena dugaan keterlibatan mereka dalam insiden Malory sebelum dibebaskan tanpa syarat.

4. Harian Rakyat

Harian Rakyat yang terbit pertama kali pada tanggal 31 Januari 1951 mengalami beberapa kali pemblokiran. Penutupan pertama pada tanggal 13 September 1957 pukul 23.00 dan berikutnya pada tanggal 16 Juli 1959 karena memuat pernyataan CC PKI. Pada tanggal 2 November 1959, Harian Rakyat kembali dilarang.

Larangan terakhir terjadi pada tanggal 3 Oktober 1965 setelah insiden G30S-PKI, yang mengakibatkan penangkapan dan pembunuhan banyak aktivis dan pendukung surat kabar tersebut.

5. Hari Abadi

Harian Abadi yang diterbitkan Partai Massumi juga dilarang. Pada tahun 1974, Harian Abadi dan tujuh surat kabar lainnya dilarang karena melaporkan kejadian malaria.

Kemudian Harian Abadi mengatur akomodasi jurnalis di Koran Pelita. Peristiwa Malaria merupakan demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *