Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang Disebut Keturunan Nabi Muhammad

IRAN –  Ebrahim Raisi sebagai kepala peradilan terpilih menjadi presiden Iran berikutnya di tengah situasi krisis di Iran. Meskipun mendapat dukungan dari kubu konservatif, serta kelompok revolusioner garis keras dan basis mereka, ia tetap menjabat sebagai hakim agung hingga akhirnya ia menjabat sebagai presiden pada awal Agustus.

Ibrahim Raisi mengenakan sorban berwarna hitam, menandakan bahwa ia adalah seorang Sayyid, keturunan Nabi Muhammad SAW. Hal serupa juga dilakukan oleh Ayatollah Ali Khamenei selaku Pemimpin Tertinggi Iran.

Mengutip Aljazeera, Ebrahim Raisi yang tumbuh di keluarga ulama lahir di Masyhad, timur laut Iran. Kota besar ini menjadi pusat keagamaan umat Islam Syiah karena di dalamnya terdapat tempat suci Imam kedelapan, yaitu Imam Reza. Raisi bersekolah di seminari di Qom ketika dia berusia 15 tahun, di mana dia belajar dengan beberapa ulama terkemuka termasuk Khamenei.

Dalam salah satu kesempatan debat capres, Raisi menyatakan bahwa selain studinya di seminari Qom, ia juga menyandang gelar doktor di bidang yurisprudensi. Revolusi 1979 belum terjadi ketika Raisi mulai belajar di seminari di Qom, sehingga pemerintahan Mohammad Reza Shah Pahlavi masih memerintah Iran saat itu.

Raisi disebut-sebut terlibat dalam serangkaian peristiwa yang menggulingkan pemerintahan Shah dan kemudian membentuk lembaga ulama baru di bawah pemimpin tertinggi Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Raisi mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2017 melawan Rouhani, seorang pemimpin moderat yang menyukai keterlibatan dengan Barat dan perjanjian nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara besar dengan imbalan pencabutan sanksi multilateral terhadap pembatasan program nuklir Iran.

Namun, hasil yang diperoleh Raisi tidak begitu baik karena ia kalah dalam pemilu dari Rouhani dengan jumlah pemilih 73% dan membutuhkan sekitar 16 juta suara atau 38% untuk memenangkan pemilu.

Pada tahun 2019, Pemimpin Tertinggi menunjuk Ebrahim Raisi sebagai Ketua Mahkamah Agung. Dengan jabatan tersebut, sang pemimpin semakin memperkuat citra antikorupsinya. Banyak pengadilan publik diadakan dan tokoh-tokoh yang dekat dengan pemerintah dan keadilan diadili. Kampanye kepresidenannya dimulai lagi dengan kunjungan ke hampir seluruh 32 provinsi di Iran.

Raisi menyebut dirinya pendukung pekerja keras Iran dan terus mengembangkan bisnis lokal meskipun ada sanksi AS. Kampanye Raisi pada tahun 2021 menampilkan tema janji-janji yang terbatas, karena tidak ada kandidat lain yang dapat secara serius menantang Raisi di tengah situasi ekonomi Iran yang buruk, diskualifikasi yang meluas terhadap kandidat reformis dan moderat, dan menurunnya jumlah pemilih dalam pemilu.

Raisi bisa dibilang percaya diri memimpin proses seleksi calon presiden kali ini.

Sebelum menjadi presiden, Raisi menghadapi situasi sulit dan mengambil keputusan. Raisi sangat menentang Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), nama resmi perjanjian nuklir tersebut. Namun Raisi ingin menopang kesepakatan tersebut dengan menciptakan pemerintahan yang “kuat” untuk mengarahkannya ke arah yang benar.

Jika Iran pada akhirnya menerima kesepakatan tersebut, hal ini dapat menyebabkan pencabutan sanksi AS dan pembatasan program nuklir Iran, yang telah memperkaya uranium hingga 63%, nilai tertinggi yang pernah diperkirakan. Selain JCPOA, Raisi juga diminta mengatasi permasalahan negara Iran di saat inflasi tinggi, meningkatnya pengangguran, pandemi mematikan Covid-19, dan defisit anggaran yang besar.

Melihat situasi negaranya yang sedang menghadapi banyak permasalahan, Raisi tidak menyerah, namun mendorongnya untuk membuat rencana yang bisa menyelesaikan permasalahan tersebut satu per satu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *