Literasi Keagamaan Lintas Budaya Bekali Guru Pengalaman Keberagaman

JAKARTA – Peran guru sebagai agen perubahan sangat penting dalam menjaga masyarakat Indonesia yang majemuk. Oleh karena itu guru harus mempunyai pengalaman berhadapan langsung dengan umat yang berbeda agama agar benar-benar dapat menghayati nilai-nilai toleransi dan kerukunan umat beragama.

Hal inilah yang menjadi dasar terselenggaranya Lokakarya Pendidikan Keagamaan Lintas Budaya (LKLB): Merancang Kurikulum dan Pembelajaran yang Mengedepankan Kebebasan Beragama dan Penguatan Hukum dan Kementerian Kehakiman serta “Hak Asasi Manusia dari Demokrasi”. Indonesia (Kemenkumham RI) dan Leimena Center di Surabaya, 3-5 Mei 2024.

Workshop ini diikuti oleh 35 orang guru dari berbagai jenjang dan mata pelajaran yang berasal dari kota Surabaya dan sekitarnya seperti Bangkalan, Sidoarjo, Sampang, Trenggalek, Gresik dan Jombang.

Direktur Program Alumni Leimena Center Daniel Adipranata mengatakan, program pendidikan agama lintas budaya yang diluncurkan pada tahun 2021 telah menjangkau lebih dari 8.000 guru dari 37 provinsi di Indonesia.

Program LKLB bukan sekedar diskusi, namun dirancang untuk memberikan konten lintas agama secara langsung kepada para guru.

“Program ini tidak hanya dirancang sebagai dialog, tetapi merupakan proses kontak. Masyarakat perlu berinteraksi dengan orang yang berbeda untuk menghadapi perbedaan, sehingga konferensi ini mempengaruhi para ulama Islam dan Kristen,” kata Daniel, Sabtu (4/ 5/2024).

Daniel menjelaskan, peserta workshop merupakan guru-guru yang telah menyelesaikan mata kuliah LKLB mingguan online. Konferensi LKLB sarat dengan berbagai kegiatan yang memperkaya guru dalam penyusunan program pelaksanaan pembelajaran (RPP) atau kurikulum dan program sekolah berdasarkan prinsip toleransi dan kebebasan beragama. Guru-guru yang mengikuti workshop ini berasal dari sekolah Madrasah binaan Muhammadiyah Zona Jawa Timur, guru-guru di sekolah negeri dan guru dari Yayasan Pendidikan Kristen Gloria Surabaya.

Hari ini, Sabtu (4/5), peserta akan mengunjungi Masjid Jenderal Sudirman dan Gereja Kristen Abdiel (GKA) Gloria Jalan Pacar, untuk berdiskusi langsung dengan para pemuka agamanya.

“Bagaimana guru bisa mengenalkan siswa pada keberagaman atau pluralisme padahal mereka sendiri belum pernah mengalaminya? “Komunitas kita, termasuk para guru, rata-rata tumbuh di lingkungan yang sangat mirip, sehingga workshop ini ingin memberikan pengalaman akan keberagaman tersebut,” kata Daniel.

Sementara itu, Direktur Kerjasama Hak Asasi Manusia Direktur Jenderal Perlindungan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Harniati mengatakan, pertemuan LKLB dimaksudkan untuk memahami kebebasan beragama dan berkeyakinan dari sudut pandang hukum konstitusi dan hak asasi manusia. hak bagi guru.

Ditegaskannya kembali, hak beragama tercantum dalam pasal 18 Konvensi Internasional Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 halaman 28A sampai 28J, dan pasal 29 ayat 2, karena sudah menjadi salah satu hak pemerintah. . kewajiban untuk melindungi kebebasan beragama dan beribadah.

Harniati mengatakan, “Pemahaman masyarakat akan pentingnya hubungan supremasi hukum dan kebebasan beragama sebagaimana dilindungi oleh Konstitusi penting bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang majemuk dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin besar,” kata Harniati.

Menurutnya, program LKLB merupakan proyek bersama antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk membangun budaya toleran, menjamin kembalinya hukum dan menghindari perilaku yang dapat berujung pada perpecahan.

Terkait hal tersebut, Kepala Staf Ahli Staf Kepresidenan RI sekaligus Direktur Utama Institut Leimena Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan Institut Leimena memiliki keunggulan dalam perancangan kurikulum atau pengajaran yang berlandaskan gagasan moderasi beragama. Melalui ketiga kualifikasi LKLB tersebut, guru benar-benar dapat mewujudkan tujuan moderasi beragama.

Rouhani mengatakan, tidak hanya guru agama, tapi guru semua disiplin ilmu bisa mengajarkan nilai-nilai agama yang berbeda.

“Biasanya guru matematika hanya mengajarkan 5+3=8. Bisa ditambah cerita jadi 5 kitab Ahmad dan 3 kitab Made, berapa? Oleh karena itu, anak-anak harus didorong untuk memahami realitas sebenarnya dari bangsa kita, kata Rouhani.

Ruhaini menambahkan, guru harus mampu menghadirkan realitas masyarakat Indonesia dalam proses pembelajaran. “Guru kimia bisa bilang, gereja itu putih, masjid itu hijau.

Program LKLB dikelola oleh Institut Leimena dengan 27 mitra yang berasal dari lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga keagamaan. Rapat LKLB ini merupakan yang ke-13 kalinya diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *