Diizinkan Impor, Produsen Mobil Listrik Diingatkan Komitmen Bangun Pabrik

JAKARTA – Pasar mobil listrik di Indonesia semakin berkembang, dengan hadirnya beragam model baru yang meramaikan industri otomotif tanah air. Pemerintah juga memberikan izin impor kendaraan listrik, meski ada syaratnya.

Diketahui, pemerintah telah mengecualikan produsen kendaraan listrik dari luar negeri. Namun hal tersebut harus dibarengi dengan komitmen investasi pembangunan peralatan industri agar dapat dirakit atau diproduksi secara lokal.

Rahmat Kaimudin dari Kementerian Perekonomian Prasarana dan Transportasi mengatakan setiap perusahaan wajib mematuhi jumlah mobil yang akan diimpor sesuai kesepakatan.

“Siapapun yang berkapasitas produktif di Indonesia bisa mendarat dengan bebas biaya masuk dan PPnBM,” kata Rahmat baru-baru ini di JIEexpo di Kemayoran, Jakarta Pusat.

“Volume impornya harus sama sampai tahun 2025, sampai tahun 2027 volume produksinya harus sama dengan TKDN. Artinya dua tahun impor menghasilkan jumlah yang sama,” lanjutnya.

Beberapa industri kini mulai berinvestasi di Indonesia, menggunakan fasilitas yang ada, serta berencana membangun pabrik baru. Penguatan industri kendaraan listrik diyakini sangat penting bagi Indonesia.

Namun, Rachmat memastikan jika pabrikan tidak memproduksi mobil dalam jumlah yang sama, maka merek tersebut akan dikenakan denda. Hal ini dilakukan untuk memberikan efek jera kepada merek yang mencoba berbuat nakal.

“Kalau tidak bisa memenuhi kewajibannya, maka harus dikembalikan insentifnya sama rata. Misalnya dia impor 10.000 unit tapi produksinya hanya 8.000. Ya, insentifnya dihapus 2.000 unit,” ujarnya.

Sekadar informasi, Hyundai, Wuling, MG, dan Chery kini sudah dirakit di Indonesia. Sementara itu, perusahaan mobil China BYD berencana membangun pabrik di Subang, Jawa Barat.

Rachmat Kaimuddin mengatakan produsen bisa mengimpor mobil listrik. Namun, dia meminta produsen memperhitungkan keseimbangan antara kendaraan impor dan produksi.

“Namun kita belum bisa mengetahui secara pasti kapasitas (produksi) mereka. Tapi kami sampaikan kalau mau impor silakan saja, tapi akibatnya harus produksi lebih banyak,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *