Mengulas Fenomena Peringatan Darurat Pada Media Digital dari Sudut Pandang Teori Komunikasi

Sontak warganet ramai memasang tanda Peringatan Darurat di berbagai aplikasi media sosial dan menjadi kekuatan dahsyat yang mampu menggoncangkan kemeriahan Pemilihan Umum Pemerintah Daerah (Pilkada) 2024 yang terjadi di seluruh dunia. Tanda Peringatan Darurat tampaknya mewakili penilaian sosial terhadap gejolak politik saat itu.

Rambu Peringatan Darurat bergambar lambang negara Garuda Pancasila, lengkap dengan Perisai dan Pita Bhinneka Tunggal Ika. Biru adalah warna tertinggi dari simbol Peringatan Distress.

Tanda peringatan darurat tersebar di seluruh lokasi. Bermula dari postingan Instagram di akun bersama @narasinewsroom, @najwashihab, @matanjwa, dan @narasi.tv di media sosial.

Setelah itu tanda Siaga Darurat tersebar di seluruh postingan di platform media sosial, menjadi headline berbagai berita, surat kabar, majalah, televisi, radio, dan tersebar di aplikasi WhatsApp. 

Setidaknya satu dari akun tersebut mendapat 4 juta suka, dibagikan oleh 121.000 pengguna Instagram, dan dibagikan 683.000 kali. 

Urutan Peringatan Darurat

Jika diikuti, bermula dari peristiwa yang terjadi pada Selasa (20/8/2024). Saat itu Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai politik (parpol) tidak boleh mendapat kursi di DPRD untuk memilih calon kepala daerah.

Kemudian pada Kamis (21/8/2024) beredar informasi bahwa DPR akan menggelar konferensi membahas pengujian Undang-Undang (UU) Pilkada. Pasalnya, banyak kalangan yang berpendapat bahwa amandemen UU Pilkada sebaiknya dilakukan guna membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi. Sore harinya, Peringatan Darurat Virus dikeluarkan di situs web.

Kemudian, pada Rabu (22/8/2024) pagi, terjadi aksi demonstrasi di depan Kantor DPR MPR, Senayan, Jakarta. Namun kericuhan situasi mereda setelah adanya pernyataan Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Achmad Baidowi yang menolak jadwal rapat tersebut. Ia mengatakan, pembahasan pengujian UU Pilkada tidak akan bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait persoalan pemilu.

Gema Peringatan Darurat memang benar-benar “pecah” pada 21 Agustus jelang Pilkada 2024. Namun hal ini menarik untuk dikaji dari sudut pandang ilmiah.

Variasi Peringatan Darurat ini kaya akan sudut penelitian sehingga dapat dikaji dari sudut konseptual yang berbeda, misalnya Semiotika Roland Barthes yang membahas tentang simbol-simbol Peringatan Darurat yang menunjukkan Pancasila atau Teori Berkarya dengan Seni. Menarik pula untuk mendalami Ilmu Pertanian yang dipelopori oleh George Gerbner.

Anda dapat mempelajari Teori Perilaku Impulsif, dan Suntikan Hipodermik, serta Teori Kegunaan dan Kenikmatan. Namun pada artikel kali ini kita akan mendalami doktrin Keadilan Sosial.

Keadilan Sosial ini 

Disarikan dari buku The Theory of Individual to Mass Communication karya Morissan halaman 79, teori ini menekankan pada aspek bagaimana khalayak menilai pesan atau informasi yang diterima dari komunikator.

Menurut Morissan, teori keadilan sosial berfokus pada bagaimana orang membuat penilaian terhadap informasi yang mereka dengar.

Dalam kamus bahasa Inggris kata “Judgment” merupakan sinonim dari kata “Opinion” sehingga pelajaran ini juga membahas bagaimana cara orang berpikir tentang sesuatu.

Teori ini menjelaskan bagaimana orang menerima atau menolak pesan persuasif. Secara khusus, setiap orang mempunyai sikap (jahat) yaitu sikapnya terhadap hal tersebut.

Teori Keadilan Sosial yang dikembangkan oleh Muzafer Sherif dan Carl Hovland merupakan teori yang menjelaskan bagaimana masyarakat mengevaluasi dan menerima pesan berdasarkan sikap yang ada.

Ketika orang mendengar atau membaca suatu pesan, orang akan cenderung melakukan evaluasi berdasarkan pengalaman yang dimilikinya untuk memilih dan mempertimbangkan semua informasi yang diterimanya.

Sheriff percaya bahwa dalam menganalisis komunikasi, prinsip yang sama juga berlaku. Dari sudut pandang sosial, referensi tersebut bersifat internal dan berdasarkan pengalaman masa lalu.

Kerangka kerja ini mengidentifikasi empat bidang utama dalam evaluasi suatu pesan, yaitu bidang penerimaan, bidang penolakan, bidang komitmen, dan bidang keterlibatan ego.

Pertama, Lintang Penerimaan. Pesan yang konsisten dengan keyakinan atau sikap masyarakat akan diterima dengan baik.

Kedua, Lintang penolakan. Pesan yang bertentangan dengan keyakinan atau sikap orang akan ditolak.

Ketiga, Luasnya Komitmen. Pesan-pesan yang tidak jelas atau tidak relevan dengan keyakinan masyarakat akan masuk dalam kategori ini.

Keempat, Keterlibatan Ego. Area ini mengacu pada bagaimana orang merasa bahwa masalah ini penting bagi nilai-nilai pribadi mereka.

Analisis Peringatan Darurat dari perspektif teori Keadilan Sosial menunjukkan bahwa keberhasilan penerbitan peringatan tidak bergantung pada keakuratan informasi, tetapi juga pada bagaimana informasi tersebut dievaluasi dan diterima oleh masyarakat.

Peringatan Darurat yang diposting oleh akun Instagram Matanajwa dan diterima oleh masyarakat menjadi viral dan menjadi kuat dengan sendirinya. Dimana Emergency Alert merupakan simbol yang mewakili pandangan individu untuk menjalankan proses demokrasi secara efektif. Hal ini tercermin dari banyaknya akun media sosial yang menerima tanda Siaga Darurat di media digital dan menjadi alat manajemen publik pemerintah.

Tanda Peringatan Darurat dapat meningkatkan efektivitas rencana darurat dan memastikan bahwa masyarakat siap menghadapi keadaan darurat lainnya.

Pengarang:

Rani Hardjanti

Mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional Jakarta (UPNVJ)

Program Magister Komunikasi Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Angkatan 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *