Impian Haji Nenek Sarah Dimulai dari Botol dan Kardus

SEMARANG – Seorang nenek bernama Sarah, 64 tahun, menjalani rutinitas yang terkesan sederhana namun penuh makna. Sejak bergabung di Sampah “Ngudi Lestari” Kelurahan Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, tak hanya membersihkan lingkungan, ia juga membuka jalan menuju impian besarnya, Merdekakan Lahan Bersih untuk menunaikan ibadah haji.

“Saya selalu ingin pergi haji, tapi uang yang saya tabung dari menjual tanaman tidak cukup,” kata Ibu Sarah menjelaskan kesulitan yang dia hadapi sebelum masuk ke bank sampah.

Penghasilannya dari berjualan tanaman dan iklan tanaman tidak cukup untuk mendaftar haji. Namun, setelah bergabung dengan bank sampah, Nenek Sarah menemukan cara baru untuk menambah tabungannya.

Dia tahu jalannya masih panjang. Namun setiap hari, saat ia memungut sampah dan membawanya ke tempat sampah, ia merasa semakin dekat dengan mimpinya. Bukan hanya untuk mendapatkan emas, tapi juga untuk membersihkan lingkungan, kontribusi kecil namun berdampak besar.

“Dengan setiap botol dan kotak yang saya kumpulkan, saya semakin dekat dengan impian saya,” tambah nenek dua anak ini.

Melalui proyek ini, ia berhasil menghemat hampir 1 gram emas dalam program Tabungan Emas PT Pegadaian yang disediakan oleh Bank Sampah. “Saya sudah dua tahun berkecimpung di bank sampah. Insya Allah kalau sudah terkumpul emas 3,5 gram, saya bisa mendaftar haji,” ujarnya yakin.

Bagi Sarah, sampah yang ia kumpulkan adalah jembatan menuju mimpi murninya. Meski langkahnya lamban, Sarah yakin dengan kesabaran dan ketekunan, impiannya untuk pergi ke Tanah Suci akan segera terwujud.

“Mudah-mudahan suatu hari nanti saya bisa melihat Ka’bah dengan mata kepala sendiri,” ujarnya penuh harap.

Sarah menjelaskan, dulu ia sendiri sering berjualan barang rongsokan, namun penghasilannya tidak cukup untuk ditabung. “Kalau dijual di luar langsung dapat uang, tapi tidak bisa disimpan karena keuntungannya kecil,” ujarnya.

Di Bank Sampah Ngudi Lestari, Sarah mengumpulkan sampah-sampah seperti botol, kaleng, kertas, karton, dan minyak jelantah yang harus ditimbang. Hasil limbah tersebut diubah menjadi cadangan emas oleh PT Pegadaian.

“Kalau saya simpan di sini nanti berakhir di pegadaian dan berubah menjadi emas,” jelasnya.

Tempat sampah Ngudi Lestari menjadi solusi bagi banyak masyarakat Tinjomoyo yang peduli lingkungan dan ingin berhemat. Dijelaskan Susilowati (41), seorang ibu rumah tangga, bank sampah ini tidak hanya membantu mengurangi sampah plastik tetapi juga memberikan penghasilan tambahan.

“Lebih baik ambil emas dari bank sampah, kurangi sampah plastik, sampah organik bisa dijadikan pupuk,” jelas Susilowati.

Setiap hari, Susilowati dan suaminya mengumpulkan sampah milik keluarganya sambil menunggu diambil oleh polisi sampah. Proses pengumpulan sampah dari rumah mereka diikuti oleh semua jenis.

“Suami saya bantu. Kami selalu bangun pagi kalau ada sampah dari perusahaan asuransi. Kami pisahkan botol, tutup dan plastiknya karena beda harga. Kalau cocok harganya lebih murah.” katanya.

Bagi Susilowati, proyek ini tidak hanya memberikan tambahan pendapatan, tapi juga mengurangi sampah di lingkungan. Ia juga berbagi informasi tentang pengumpulan emas dari bank-bank terlantar.

“Setiap kami menerima emas, selalu ada SMS dari Pegadaian. Baru-baru ini, Kamis, 12 September 2024, saya mendapat informasi menerima emas sebanyak 0,58 gram,” jelasnya.

Mulai dari kawasan kumuh

Setelah sukses Ngudi Lestari Sampah, ada inspirasi seperti Umi Nasiah. Beliau adalah pendiri bank sampah yang berada di RW 7 Kelurahan Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. “Awalnya kami memasukkan proyek Kotaku, Kota Tanpa Kumuh,” ujarnya. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk meningkatkan kebersihan lingkungan.

“Dulu banyak orang di rumah yang membuang sampah ke sungai, bahkan kotoran ke sungai,” tambah Umi.

Namun melalui edukasi dan publisitas, bank tabungan berhasil menarik minat warga untuk mengidentifikasi dan menjual sampahnya. Warga kini membawa sampahnya, dan bendahara menyimpannya dan menikmati keuntungannya.

Setelah bergabung dengan PT Pegadaian, Bank Sampah Ngudi Lestari mulai menggunakan rekening tabungan emas. “Minimal simpanan emas dari sampah minimal Rp 12.000 dan lebih dari itu. Misalnya menjual sampah senilai Rp 15.000, lalu Rp 12.000 lagi cadangan emas, sisanya tunai,” jelas Umi.

Kesuksesan bank sampah ini tidak lepas dari upaya promosi CSR (Corporate Social Responsibility/tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat) yang dilakukan PT Pegadaian. Melalui program Gade Clean and Gold, PT Pegadaian memberikan bantuan berupa pembangunan pusat pengelolaan sampah lengkap dengan mesin penghancur dan baler plastik.

Perusahaan pelat merah itu juga menyediakan truk sampah yang memudahkan ibu-ibu rumah tangga mengumpulkan sampah warga.

“Kami bersyukur dengan adanya program asuransi ini. Yang tadinya kumuh, kini menjadi adil dan bersih. Berkat dukungan PT Pegadaian dan kesadaran masyarakat, kami bisa menangani sampah menjadi bentuk bisnis yang menguntungkan.” dikatakan. Umi.

Namun penolakan Komite Keuangan tidaklah mudah. Naik turunnya tanah di Desa Tinjomoyo menjadi tantangan tersendiri dalam pengangkutan sampah. Untuk mengatasi masalah ini, petugas bank tidak bisa mengumpulkan sampah dari semua gedung, tapi harus dikumpulkan di bank sampah kita.

Hingga tahun 2019, Uang Sampah Ngudi Lestari telah mengumpulkan emas sekitar 200 gram dengan pelanggan aktif sebanyak 217 orang. Bank tabungan ini juga memperbolehkan warga yang ingin menyimpan emas untuk tujuan baik seperti haji atau umroh melalui program Arrum Haji.

“Jika cadangan emas mencapai 3,5 gram, warga bisa mendaftar haji tanpa mengeluarkan uang Rp 25 juta,” jelas Umi.

Berkelanjutan

Pengelolaan sampah di komunitas ini ditangani oleh pemerintah setempat. Lahan kosong yang sebelumnya ditumbuhi pepohonan, pada tahun 2020 disulap menjadi taman sampah. Dilengkapi dengan taman baca dan taman bermain anak-anak yang fantastis.

Inisiatif ini tidak hanya mempercantik lingkungan tetapi juga menciptakan lingkungan belajar bagi generasi muda. Pemuda setempat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah, mulai dari pengumpulan hingga pengolahan sampah organik menjadi kompos cair.

Mereka juga terlibat dalam budidaya dan pertanian perkotaan, sehingga memberikan peluang baru bagi pertanian perkotaan.

“Kami di Karang Taruna sangat mendukung proyek ini. Selain mengajarkan kami pentingnya menjaga lingkungan, program ini juga membuka peluang baru, seperti bercocok tanam untuk pakan ternak masyarakat di sini,” ujar Adelia Maharani, Ketua Pemuda Nawasena Tinjomoyo. Organisasi.

“Awalnya pemuda yang mengetahui pentingnya pengelolaan sampah hanya sedikit, namun lama kelamaan banyak. Kini ada lebih dari 70 pemuda Karang Taruna Nawasena yang aktif di bidang pengelolaan sampah dan pertanian,” imbuhnya.

Sampahnya tidak hanya dijual, tapi juga diolah menjadi berbagai kerajinan. Penghuni konsep tersebut banyak ditemui membuat hiasan dinding, kursi, dan bunga dari bahan plastik. Selain itu, baju-baju cantik berbahan plastik juga kerap dihadirkan pada acara-acara tertentu, termasuk saat menjamu tamu sebagai bahan pembanding.

“Cerita kunjungan ini karena Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, akhir-akhir ini sedang mengalami krisis. Kami ingin mengajak seluruh warga Borobudur untuk berhenti membuang sampah sembarangan,” jelas Bupati Borobudur Sugiyanto saat berkunjung ke Ngudi Lestari. Bank Sampah, Sabtu (14/9/2024).

Rombongan berjumlah 52 orang, termasuk dari kabupaten dan wilayah PKK mengunjungi bank sampah Ngudi Lestari. Kunjungan ini bertujuan untuk memantau, mempraktikkan dan memperbarui praktik baik yang diterapkan bank.

“Di Borobudur yang merupakan destinasi wisata, jenis sampah yang dihasilkan sebagian besar adalah kemasan makanan dan minuman dan ini dikelola dengan baik oleh bank sampah di sini. Kami ingin mendorong warga untuk bergabung dengan bank sampah,” ujarnya.

Saat ini target anggota bank sampah di Kabupaten Borobudur minimal 500 orang, namun hingga saat ini baru tercapai 250 anggota. Sugiyanto berharap kunjungan ini dapat menjadi insentif bagi warga untuk lebih terlibat dalam pengelolaan sampah.

Monetisasi sampah

Kuntaji, Direktur Promosi Bisnis PT Pegadaian Kantor Wilayah Semarang, mengatakan latar belakang berdirinya bank pembiayaan dan tabungan adalah untuk mengatasi permasalahan kecil yang serius dalam pengelolaan sampah. Sebab, jumlah sampah yang bertambah namun tidak diimbangi dengan pekerjaan yang cukup.

“Sampah yang tidak ditangani dengan baik dapat mencemari lingkungan dan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. “Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu sistem yang dapat menangani sampah dengan lebih baik, salah satu solusinya adalah dengan menggunakan konsep bank sampah,” kata Kuntaji.

Ia menjelaskan, dalam program ini sampah dikumpulkan, dipilah, dan didaur ulang untuk mengurangi sampah sehingga masyarakat dapat memperoleh manfaat finansial dari proses tersebut.

“Setelah masyarakat mendapatkan hasil pemilahan sampah, uangnya akan ditransfer ke Tabungan Emas. Saat ini sudah ada 23 bank sampah yang menjadi mitra Pegadaian dan 25 bank sampah kini terdaftar di Pegadaian Jawa Tengah.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro (UNDIP), Dr. Jaka Aminata, SE, menekankan pentingnya konservasi panas sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kesehatan manusia dan masyarakat. Menurutnya, program ini tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat tetapi juga masyarakat secara keseluruhan baik RT, RW, kecamatan, dan wilayah.

“Konservasi emas tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tapi juga bermanfaat bagi manusia. Kita memerlukan produk limbah yang baik, dan di sini Pegadaian memegang peranan penting.” pemerintah sebagai penyedia transportasi yang sesuai,” jelas Jaka.

Direktur proyek penelitian ekonomi UNDIP ini mencatat, permasalahan pengelolaan sampah tidak hanya terbatas pada tempat pembuangan sampah (TPA) saja, namun juga pada tempat pembuangan akhir (TPA). “Transportasi untuk pengangkutan sampah di banyak daerah masih jauh dari memadai. “Di banyak negara ASEAN, pengelolaan sampah sudah membaik, namun di Indonesia kita masih menghadapi permasalahan besar, terutama di kota-kota besar.”

Ia mengajak masyarakat untuk mulai memilah sampah rumah tangga, baik sampah plastik, sampah organik, dan sampah non-organik. Dalam konteks itu, Jaka berharap Menabung Emas dapat meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan.

“Dengan kesadaran lingkungan dan kesehatan, Tabungan Emas dapat menjadi solusi permasalahan sampah, sekaligus menghasilkan uang bagi masyarakat. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat dan masyarakat, tetapi juga bagi pemerintah jika semua orang mengetahui pentingnya hal ini. pengelolaan lingkungan hidup yang baik.”

Samsul Effendi, Direktur Bagian Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pegadaian Kantor Wilayah Semarang, juga mengajak seluruh masyarakat untuk berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan dengan menjamin keberlangsungan bank tersebut.

“Sejak tahun 2018, PT Pegadaian telah mendirikan 75 bank sampah. Kanwil Semarang sendiri hingga akhir tahun 2021 memiliki 7 bank sampah. Kini sudah ada 29 bank sampah. Hingga akhir tahun 2024, 12 kantor wilayah PT Pegadaian di seluruh Indonesia akan memiliki total lebih dari 300 bank sampah.”

Kini telah tercipta wadah bagi para penggiat lingkungan hidup dan bank sampah PT Pegadaian, yaitu Forsepsi, Forum Sahabat Emas Pemantau Material di Indonesia. Misi Forsepsi selain untuk menjalin kesepakatan bersama antara PT Pegadaian anggota Forsepsi dan pemerintah daerah, juga untuk mendukung implementasi Peraturan Menteri Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Bank Tabungan.

“Hingga Agustus 2024, cadangan emas telah tercipta dengan pembagian sampah sebanyak 15 kg, dan pelanggannya sudah lebih dari 12.000 orang di seluruh Indonesia,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *