Ujian Nasional Dihapus, Lulusan SMA Indonesia Sulit Diterima di Universitas Belanda

Jakarta – Universitas Belanda tidak bisa menerima lulusan SMA Indonesia. Pasalnya, ijazah SMA Indonesia tidak setingkat dengan pendidikan pra-universitas Belanda, yaitu program pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Belanda.

“Mulai tahun 2020, sertifikat hasil ujian nasional tidak lagi diterbitkan. University of Twente telah memenuhi persyaratan penerimaan di atas, yang berarti hanya mahasiswa yang lulus pada tahun 2020 yang dapat diterima. “Pada tahun 2020, mahasiswa ijazah pendidikan menengah dari negara ini tidak diterima secara langsung karena jenjangnya tidak setara dengan pendidikan pra-universitas Belanda,” demikian bunyi laman resmi University of Twente, Selasa (24/9/2024). . .

Pembuat konten Irvan Prasetio juga menjelaskan bahwa lulusan SMA tidak lagi bisa langsung diterima di berbagai universitas di Belanda.

“Jadi setelah tahun 2020, lulusan SMA Indonesia tidak lagi bisa langsung masuk ke sana, hal ini karena jenjang pendidikan menengah kita dianggap tidak lagi sama dengan SMA Belanda, dan ini tidak hanya terjadi di Uni Twente saja, tapi juga di banyak universitas. – Universitas. Tentang Belanda,” tulis Irvan dalam postingan di akun Instagram miliknya.

Irwan menilai ijazah SMA di Indonesia dianggap memalukan. Ijazah SMA Indonesia hanya dapat digunakan untuk mendaftar di Hogeskola atau University of Applied Sciences.

“Karena ijazah SMA kita dianggap nilai rendah dan hanya bisa digunakan untuk mendaftar di Hogeschola atau universitas ilmu terapan,” kata Irvan Prasetio.

Persyaratan untuk belajar di luar negeri semakin ketat, misalnya di Jerman. Di Jerman, persyaratan penerimaan Studienkolleg bagi lulusan sekolah menengah Indonesia telah ditingkatkan dari sebelumnya minimal 60 poin menjadi minimal 85. Studienkolleg merupakan program yang harus dilalui oleh semua pelajar dari berbagai belahan dunia sebelum belajar di Jerman.

Begitu pula di Jerman, syarat masuk Studienkolleg lulusan SMA Indonesia juga meningkat dari sebelumnya minimal 60 poin menjadi sekarang minimal 85 poin, kata Irwan Prasetio.

Irwan Prasetio juga mengatakan dalam postingan yang sama bahwa negara asing sudah memperhatikan kesediaan Indonesia untuk mengubah kurikulum. Irwan Prasetio juga mengajak hadirin untuk memaknai kualitas SMA di Indonesia turun atau naik.

“Jadi jangan dikira luar negeri tidak peduli kalau kita mau ubah kurikulumnya, tentu mereka tahu dan paham sendiri apakah menurut mereka kualitas SMA kita naik atau justru turun. . kelas,” kata Irvan Prasetio.

Di akhir postingan, Irwan Prasetio menyarankan agar Indonesia menggunakan formula China dan Korea. Irvan Prasetio tidak menyarankan penggunaan formula Finlandia.

“Kita harus menggunakan formula yang digunakan Tiongkok dan Korea. Jika kita masih merasa miskin dan bodoh, berarti kita harus belajar dua kali, lima kali dan sepuluh kali lebih keras dari belajar orang normal jika kita masih miskin dan bodoh. TIDAK. Salin rumusnya.” “Orang Finlandia yang terpelajar hanya punya separuh waktu belajar dibandingkan rata-rata orang,” kata Irvan Prasetio.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *