Fenomena Influencer di Media Sosial dalam Kacamata Teori Hipodermik

Di era digital saat ini, jejaring sosial telah menjadi salah satu alat komunikasi yang paling kuat, dan influencer memainkan peran yang semakin dominan dalam memengaruhi pola perilaku konsumen.

Teori hipodermik yang berasal dari komunikasi massa menjelaskan bahwa media bisa langsung “menyisipkan” pesan ke dalam benak khalayak sehingga menimbulkan tanggapan yang tidak kritis. Dalam konteks influencer produk dan rekomendasi permata tersembunyi di media sosial, teori ini menawarkan perspektif menarik untuk menganalisis pengaruh yang diberikan oleh influencer.

Pemanfaatan media sosial pada era saat ini telah menciptakan ekosistem baru bernama Social Media Influencer. Jejaring sosial memudahkan komunikasi dan memberikan ruang realisasi diri dengan berbagi atau berbagi minat penggunanya, sehingga terciptalah sosok Social Media Influencer.

Adalah orang atau kelompok referensi yang berpengaruh di media sosial yang dapat mempengaruhi apa yang disebut dengan “selebriti”, “blogger”, “vlogger”, “youtuber”, “pembuat konten”, “KOL (key opinion leader)” atau “. KOL”. secara umum mereka semua mempunyai jumlah pengikut yang banyak.

Mereka menggunakan platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube untuk berbagi konten tentang produk dan gaya hidup. Saat influencer mempromosikan suatu produk, mereka sering kali dianggap sebagai sumber informasi tepercaya oleh pengikutnya.

Menurut teori hipodermik, calon pembeli menerima informasi secara pasif, sehingga saran dari pemberi pengaruh dapat langsung mempengaruhi keputusan pembeliannya.

Dengan menggunakan berbagai strategi, seperti testimoni pribadi, demonstrasi produk, dan kupon diskon, influencer dapat menciptakan kebutuhan yang sudah ada pada konsumen. Pemasaran ini tidak hanya terfokus pada penjualan, tetapi juga pada pembentukan citra dan keinginan audiens. Misalnya, jika seorang influencer menampilkan produk perawatan kulit tertentu dalam rutinitas hariannya, pengikutnya sering kali terdorong untuk mencoba produk tersebut untuk mendapatkan citra kecantikan yang dipromosikan.

Konsep penyebutan “hidden gems” atau tempat tersembunyi yang jarang diketahui orang juga menjadi tren di kalangan influencer. Destinasi ini sering kali dipromosikan melalui konten media sosial yang menawan secara visual. Dengan menciptakan narasi yang membangkitkan rasa ingin tahu, influencer berhasil menarik perhatian pengikutnya untuk menjelajahi tempat-tempat yang tidak biasa.

Dengan menggunakan teori hipodermik, kita dapat melihat bagaimana tips ini dapat mempengaruhi perilaku wisatawan. Ketika seorang influencer mengunjungi suatu tempat dan mengunggah foto-foto indah, banyak pengikutnya yang merasa terdorong untuk mengunjungi tempat tersebut. Minat dan keinginan untuk merasakan apa yang dilihat di media sosial dapat menyebabkan peningkatan pengunjung ke tempat-tempat tersembunyi tersebut.

Juga dikenal sebagai teori jarum suntik atau teori peluru, ini adalah teori komunikasi massa, khususnya teori efek media massa, yang dipelopori oleh Harold Lasswell pada tahun 1920an ketika ia menulis buku tentang “teknik propaganda” di seluruh dunia. . perang

Teori jarum suntik merupakan model komunikasi linier yang berfokus pada pengaruh media terhadap khalayak. Teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut dengan Jarum Hipodermik (teori jarum suntik), Teori Peluru (teori peluru), Teori Sabuk Penggerak (teori sabuk penggerak).

Ada beberapa hipotesis dari teori Syringe yang berarti bahwa komunikator yaitu media massa ditulis lebih cerdas dan serba bisa dibandingkan khalayak.

Hal ini terjadi karena pemirsa yang memiliki opini yang sama tentang suatu topik menerima pesan yang sama dari media. Fenomena product influencer dan rekomendasi lokasi permata tersembunyi di media sosial menunjukkan betapa teori hipodermik masih relevan untuk menganalisis pengaruh media terhadap perilaku konsumen.

Secara langsung dan terkadang tidak kritis, influencer dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk atau mengunjungi tempat tertentu. Di dunia yang semakin terhubung secara digital, memahami dinamika ini menjadi sangat penting bagi pemasar dan peneliti untuk mengoptimalkan strategi komunikasi.

Dengan semakin besarnya peran influencer di jejaring sosial, penting bagi konsumen untuk bersikap kritis dan selektif dalam menerima informasi yang disajikan. Mengembangkan kesadaran akan dampak media ini akan memungkinkan individu mengambil keputusan yang lebih baik, baik mengenai konsumsi produk maupun pemilihan tujuan wisata.

Penulis: 

Bintang Ramasalsa Indrabudi

 Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi

Universitas Pembangunan Nasional Yeteran Jakarta (UPN VJ)

Catatan: Artikel ini merupakan opini penulis dan tidak mewakili posisi redaksi newfictionwriters.com. 

(kanan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *