Cara Menyenangkan Mahasiswa Indonesia di Mesir dalam Manfaatkan Akhir Bulan Ramadhan

Jakarta – Guru sangat bersyukur, tahun ini kita masih menyambut bulan Ramadhan. Laju Ramadhan kali ini merupakan kesempatan Ramadhan yang ketiga bagi penulis di Mesir. Kehangatan Ramadhan bagi keluarga memang tiada tandingannya, karena pasti berat rasanya menahan kerinduan terhadap keluarga.

Namun perasaan berat itu sedikit demi sedikit terobati dengan suasana Ramadhan yang sangat membahagiakan di Mesir, dan kehangatan yang diberikan oleh rekan-rekan mahasiswa Indonesia (baca: masijir) di Mesir tak lain adalah kehangatan sebuah keluarga.

Hingga saat ini jumlah penduduk Masijir sudah mencapai puluhan ribu. Jumlahnya yang banyak dan terbanyak berada di kota Kairo, situasi Ramadhan di Mesir bagi penulis tidak ada bedanya dengan Indonesia.

Namun ada perbedaan suasana Ramadhan di Indonesia dan Mesir, apalagi Ramadhan datang di hari-hari terakhir, tepatnya 10 hari terakhir. Berikut ini penulis rangkum beberapa kegiatan di penghujung Ramadhan menurut pelajar Indonesia di Mesir:

Pertama, Ihyaw al-Lail (Berkeliaran di Malam Hari). Selama sepuluh malam terakhir, seluruh masjid di Mesir, khususnya masjid-masjid besar di ibu kota Kairo, seperti Masjid Al-Azhar, Masjid Sayyida Hussain, dan Masjid Sayyida Amr Bin Ash, dibuka untuk salat semalam suntuk dan tidiqab. Jadi selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan kita akan melihat masjid sangat sibuk hingga selesainya sholat subuh.

Kita juga akan melihat banyak keluarga berkemah bersama bayi mereka di luar halaman dan masjid. Masijir biasa berpartisipasi dalam Itikaaf dan Puja hanya dalam kebangkitan. Penulis tidak pernah melihat orang Masisir berkemah di halaman masjid seperti penduduk asli.

Kedua, Sayang (Yatra Taraweeh). Mesir terkenal dengan sejarah peradaban Islam yang kaya. Tidak hanya dalam bidang ilmu keislaman, peradaban Islam Mesir sangat unik melalui seni dan arsitektur. Banyak masjid bersejarah yang dibangun dengan arsitektur indah dan makna filosofis yang mendalam sehingga kita dapat mengetahui gaya hidup masyarakat pada masa itu.

Masjir tak ingin kehilangan jejak sejarah dan makna filosofis dalam arsitektur masjid bersejarah Mesir. Oleh karena itu, Ramadhan merupakan waktu terbaik untuk mempelajari sejarah Masijir dengan melakukan kegiatan bernama Taraweeh Keeling (Darling). Masijir sering merencanakan bersama lingkarannya masjid mana yang akan dia kunjungi selama Ramadhan untuk salat Darwid. Namun, tarling yang tidak direncanakan bukanlah hal yang jarang terjadi dan hanya boleh dipikirkan pada hari-hari terakhir bulan Ramadhan.

Ketiga, Bukbar (dengan Buka Puasa). Pepatah mengatakan “Ramadhan tak lengkap tanpa Bakbar” banyak terdengar di kalangan masyarakat sahabat selama Ramadhan. Di kalangan masyarakat Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa Pakbar mempunyai tren positif bagi semua kalangan. Tren ini merupakan peluang untuk mempererat tali silaturahmi antar rekan kerja, alumni, dan komunitas pekerja. Bagi pelajar Indonesia di Mesir (Masisir), Bukbar sangat bagus.

Hal ini ditunjukkan dengan situasi sosial Masisire yang dipenuhi oleh banyak organisasi dan komunitas yang beragam. Bagi Masisir, Pakbar adalah tempatnya memuaskan hasrat Anda akan makanan khas Indonesia. Amalan bukfar biasanya dianggap hanya pada hari terakhir Ramadhan. Oleh karena itu, ibadah ketuhanan dan ibadah sosial berjalan beriringan selama bulan Ramadhan, khususnya pada 10 hari terakhir.

Keempat, berbagi Takjeel. Statistik menunjukkan bahwa berbagi atau berdonasi pasti meningkat selama bulan Ramadhan. Ini adalah contoh Nabi Muhammad. Tidak heran jika banyak umat Islam yang mengikutinya. Di Mesir sendiri, hari sedekah dimulai sebelum memasuki bulan Ramadhan, biasanya berupa sembako. Kemudian ketika Ramadhan tiba, pengemis tersebut disebut Takjeel atau Maida Durrahman. Dalam menyalurkan sedekah ini, para muhsin Mesir lebih mengutamakan kaum perantau, khususnya para pencari ilmu.

Oleh karena itu, ketika Ramadhan berakhir, Masijir tak ingin kehilangan Muhsin dengan berbagi makanan takjeel atau sahur. Di hari-hari terakhir Ramadhan, grup WA Masizir akan kebanjiran pesan-pesan seruan untuk bersedekah untuk mempersembahkan Takzil kepada sesama Masizir dan pribumi.

Itulah sepuluh karya terakhir Majesir edisi Ramadhan. Bagi seluruh umat Islam, bulan Ramadhan berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Bedanya, pooja khusus yaitu puasa hanya dilakukan pada bulan ini.

Kemudian, perintah berpuasa di bulan Ramadhan dibarengi dengan berbagai aktivitas seperti sahur, berbuka puasa, dan salat tarawih di penghujung hari keagamaan di bulan Ramadhan. Selain itu, banyak pula hadis Nabi. Pendongeng telah melihat berbagai fitur khusus bulan ini.

Terakhir, dimulai dari keistimewaan dan keistimewaan yang terdapat di bulan Ramadhan, perilaku dan praktik sosial masyarakat, khususnya umat Islam, mengalami perubahan yang signifikan selama bulan ini. Apalagi memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, salah satu dari sepuluh malam tersebut merupakan malam istimewa, Lailatul Qadr. Jadi umat Islam lebih tertarik beribadah secara vertikal dan horizontal.

Terlebih lagi, sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan merupakan satu-satunya waktu dalam setahun bagi umat Islam untuk menikmati suasana Ramadhan. Alhasil, hari-hari terakhir bulan ini tak hanya diisi dengan ibadah. Namun, juga dimeriahkan dengan aksi seru lainnya seperti Darling, Bagbar dan Sharing Takjeel.

Penulis

Edi Lukito Mahasiswa S1 Universitas Al-Azhar Kairo, Jurusan Ushuluddin, PPMI Mesir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *