JAKARTA – Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia membawa kebanggaan tersendiri bagi para siswa dan guru salah satu sekolah kejuruan di Jawa Tengah. Pasalnya, kursi yang diduduki Paus dalam kunjungannya ke Katedral Jakarta merupakan hasil kreasi para siswa, guru, dan staf Sekolah Menengah Kejuruan Pendidikan Pertukangan Kayu (PIKA) di Semarang yang berbeda latar belakang agama.
Sekolah di depan Stasiun Poncol di Semarang ini sekilas terlihat seperti sekolah pada umumnya. Saat memasuki kompleks sekolah, bangunannya berwarna biru dengan pemandangan industri mebel disekitarnya.
Beberapa siswa terlihat duduk di dalam kelas. Yang lainnya terlibat dalam pengukuran kayu, desain furnitur, dan aktivitas lain yang biasa ditemukan di industri furnitur.
Rencana kunjungan Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi umat Katolik, ke Indonesia bukanlah kabar baru bagi warga sekolah ini. Namun tak ada yang menyangka kursi yang diduduki Paus itu ditugaskan di SMK Pika Kota Semarang.
Panitia penyambutan Paus ke Indonesia memesan dua kursi dari Katedral Jakarta: kursi rotan dan kursi sofa.
Kedua kursi tersebut dibuat oleh delapan siswa dari berbagai negara dan agama, termasuk staf sekolah dan guru kelas 11 (SMK tingkat dua) dan kelas 12 (SMK tingkat tiga).
Lima dari delapan siswa pembuat kursi tersebut adalah Angelica Darmawan yang beragama Budha, Andrew Julius Parnomo yang beragama Kristen, Ahmad Rayyan Atalla yang beragama Islam, dan Angela Gregoria yang beragama Katolik, serta Antonio Roberto Zongonou.
Menurut Andrew Julius Parnomo atau lebih dikenal dengan Andrew, yang memimpin tim mahasiswa pembuat kursi kepausan, keberagaman bukanlah hal baru bagi mahasiswa.
“SMK PIKA mengajarkan kita bahwa PIKA adalah mencari makna hidup. Bisa dibilang PIKA mempunyai (siswa) dari Sabang sampai Merauken, tentu ada keberagaman budaya, ras dan agama,” jelas Endru, BBC Indonesia laporan.
Berkenalan dengan keberagaman, siswa sekolah kejuruan kelas 12 ini mengatakan para siswa yang terlibat dalam pembangunan kursi kepausan ini kurang memiliki latar belakang yang beragam.
“Khusus dalam pembangunan kursi kepausan, kita terus diajarkan untuk saling menghormati, kurang lebih seperti ini,” kata Endru.
Direktur SMK PIKA, FX Marzono membenarkan, siswa ikut serta dalam proses pembuatan kursi tersebut tanpa memandang jenis kelamin, asal daerah, dan agama.
“Kami tidak membatasi tempat-tempat tersebut untuk anak-anak Katolik, kami juga memberikan ruang bagi pelajar agama lain agar semua anak merasa bahagia,” tegasnya.
“Dengan membuat kursi kepausan ini, kita dapat melambangkan persatuan antar umat manusia.”
Marzono menambahkan, pembuat kursi ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia antara lain Mentawai, Papua, Kupang, dan Jawa.
“Bahkan agamanya beragam, itu jadi kursi dan itu bisa kita lakukan dengan banyak cara,” jelasnya.
Kepala SMK PIKA FX Marzono yang telah menjabat selama sembilan tahun menjelaskan bagaimana sekolahnya mendapat pesanan khusus tersebut.
Pada tanggal 3 Februari, saya menerima pesan singkat dari Pastor Paroki Gereja Katedral Jakarta. Imam itu mengungkapkan keinginannya agar sekolah vokasi bernama PIKA dijadikan kursi untuk diduduki Paus Fransiskus saat berkunjung ke Jakarta pada September 2024.
Marzono tidak menyangka akan menugaskan sekolah pertukangan kayu kecil yang dikelolanya untuk membangun sebuah kursi yang disebutnya “Berkah”, karena di kursi tersebut akan menampilkan sosok tertinggi dalam iman Katolik.
“Secara umum kami bangga, kami senang, kami senang telah mendapat kepercayaan dari panitia kunjungan Paus Indonesia,” jelasnya.
Namun, katedral menuntut agar kursi tersebut siap pada Mei 2024. Dengan kerja keras tim yang membuat ketua, tujuan tersebut akhirnya tercapai.
Kedua kursi tersebut akhirnya diberangkatkan ke Jakarta pada 25 Mei.
Dijelaskannya, pengerjaan kursi tersebut hanya memakan waktu satu bulan dan dua bulan sebelumnya dihabiskan untuk mendesain kursi tersebut.
“Awalnya kami membuat dua desain yaitu sofa dan model rotan dengan dekorasi yang mewah. “Saat disampaikan ke komisi, kata dia, Paus meminta disederhanakan untuk menghilangkan desain alegoris,” jelas Marzono.
Dua kursi yang dipesan khusus untuk Paus memiliki kursi dan rangka kayu berwarna coklat tua, bagian belakang kursi terbuat dari anyaman rotan. Dudukan kursinya memiliki bantalan berwarna putih bersih.
Tim pembuat kursi SMK PIKA membuat bagian belakang kursi dengan bentuk menyerupai gunung – berbentuk kerucut atau segitiga yang terinspirasi dari bentuk gunung.
Kursi tersebut juga terdapat tulisan aksara jawa yang artinya “Keluarga Besar SMK PIKA Semarang Penawaran”.
Kursi lainnya terbuat dari rangka kayu berwarna coklat muda, dan bagian belakang serta dudukan kursi dilapisi dengan bantal tebal berwarna-warni. Lambang Vatikan tampak menghiasi bagian belakang kursi.
Endru, penanggung jawab Tim Mahasiswa Pembuatan Kursi Pos, menjelaskan proses dan langkah-langkah pembuatan kursi.
“Pertama materialnya, lalu proses pembuatannya, lalu perakitan, pengamplasannya, lalu finishingnya,” ujarnya tentang proses yang dilaluinya.
Endru mengaku banyak kesulitan yang ia hadapi saat membuat kursi tersebut.
Ini karena kursi yang diproduksi bukan untuk semua orang, jadi Anda perlu memperhatikan detail spesifik seperti ukuran dan desain tertentu.
“Kami merancangnya, dan tentu saja ada perbedaan pendapat, jadi ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Di sini kami juga melibatkan asisten guru desain untuk memberi masukan,” jelasnya.
Bahkan siswa memperhatikan jenis kayu sebagai bahan utama kursi ini. Mereka membutuhkan kayu jati kualitas terbaik yang berasal dari lahan terlantar.
Endru beralasan, kayu jati yang ditanam di lahan tandus memiliki serat kayu yang halus dan mengandung minyak sehingga terhindar dari serangan rayap.
Andrew mengatakan meski ada cobaan dan cobaan dalam pembuatan kursi tersebut, ia bangga dengan pengalaman langka tersebut.
“Tentunya kami belajar dan mendapat banyak pengalaman baru,” ujarnya.
Salah satu pekerja konstruksi Industri Mebel SMK PIKA Semarang terlibat dalam pembuatan kursi khusus Paus ini.
“Ini pekerjaan yang istimewa bagi kami karena kami memadukan kayu dan kelor, sehingga menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi anak-anak juga,” jelasnya.
Ketika pria berusia 50 tahun itu bertemu pada akhir Agustus tahun lalu, dia sedang mengerjakan replika, atau tiruan, kursi rotan Paus.
Usai mengirimkan dua kursi ke Jakarta pada Mei lalu, Cungoro mengatakan panitia penerimaan kepausan memintanya membuat replika kursi tersebut untuk kemudian dipajang di museum katedral.
“Dalam proses ini kami melakukan kolaborasi antara bengkel pengajaran dan bengkel produksi. Kami bekerja sama membuat kursi Paus. Kami melibatkan anak-anak dalam pembelajaran,” jelas Kunkoro.
Direktur SMK Pika FX Marzono menambahkan, seluruh biaya pembuatan kursi tersebut akan ditanggung oleh Yayasan Pika. Saat ditanya berapa harga pembuatan kursi tersebut, Marzono mengaku belum mengetahui secara pasti.
Marzono mengakui bahwa dia tidak peduli dengan biaya pembuatan kursi tersebut, dan dia tentu saja memberikan tawaran yang lebih baik kepada Paus Fransiskus.
Meski demikian, ia menyampaikan harapan besar atas kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia.
Sebagai sekolah Katolik dan sebagai umat Katolik, kedatangan Paus diharapkan dapat meningkatkan keimanan umat Katolik Indonesia. “Sehingga kita bisa hidup rukun dengan sesama dan saling mencintai,” harapnya.
Paus Fransiskus mengunjungi Indonesia pada tanggal 3 hingga 6 untuk mendapatkan informasi. Pada bulan September 2024. Puncak kunjungannya ke Indonesia adalah Misa Kudus yang digelar pada Kamis (05/09/2024) di Gelora Bang Karno (GBK) Senayan, Jakarta.
86.000 umat Katolik dari berbagai wilayah Indonesia menghadiri Misa Paus Fransiskus yang berlangsung selama 1,5 jam.