Dewan Pers Minta DPR dan Pemerintah Berdiskusi dengan Pegiat Pers Terkait RUU Penyiaran

Jakarta – Dewan Pers meminta DPR RI dan pemerintah berkonsultasi dengan para aktivis dan organisasi media. Terkait RUU Penyiaran dan Televisi (RUU), ditemukan sejumlah pasal yang berpotensi menekan kebebasan media.

Yadi Hendriana, Ketua Komite Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Media, mengatakan jika tidak ada pembahasan atau perdebatan mengenai UU Penyiaran dan Televisi, Hal ini mungkin menjadi bumerang dan menekan kebebasan media.

“Harus ada dialog dan diskusi yang tepat antara anggota parlemen dan komunitas media. Jangan jadikan hal ini sebagai penghalang dan kesunyian kebebasan berekspresi. kebebasan media Inilah kunci tumbuhnya demokrasi di negeri ini,” kata Yadi saat dihubungi, Sabtu (5/11/2024).

Baca selengkapnya:

Yadi pun menyiapkan nota RUU Pertelevisian. Ia menekankan peran Komisi Penyiaran dan Televisi Indonesia (KPI) yang mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa surat kabar.

“Pasal 8A q surat RIU yang dibahas DPR pada 27 Maret 2024 menyebutkan KPI dapat menyelesaikan perselisihan jurnalis di bidang media. Pasal ini pasti bertentangan dengan UU Media Nomor 40 Tahun 1999,” kata Yadi.

Yadi menjelaskan perselisihan media diselesaikan oleh Dewan Media sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

“Hal ini disebabkan adanya perselisihan media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tentang tugas Dewan Media. Salah satunya adalah memperhatikan dan berusaha menyelesaikan keluhan warga terhadap kasus-kasus terkait pemberitaan,” kata Yadi.

Baca selengkapnya:

Oleh karena itu, Dewan Media merupakan satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan hukum untuk menyelesaikan sengketa media, lanjutnya.

Yadi menilai mandat KPI untuk menyelesaikan perselisihan media menghambat kebebasan media. Menurut dia, KPI bukan bagian dari otoritas moral, sedangkan Dewan Pers adalah bagian dari pemerintahan itu.

“Jika benda ini benar-benar ada. Itu akan mematikan media,” kata Yadi.

Yadi juga menyoroti larangan jurnalisme investigatif khusus yang tertuang dalam usulan undang-undang media. Menurutnya, keberadaan aturan tersebut berimplikasi pada campur tangan pemerintah. Dan akan ada batasan cakupan.

“Bahayanya sekarang adalah akan ada pembatasan terhadap pengungkapan penelitian, seperti dalam rancangan undang-undang, yang akan memungkinkan pejabat pemerintah untuk campur tangan dalam masalah ini.

“Dalam RUU Penyiaran, Pasal 50 B ayat 2 secara khusus melarang penyiaran berita investigasi. Apa dasar larangan ini? Larangan ini akan sangat menindas surat kabar,” imbuhnya.

Yadi menegaskan, media diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999. Ia mengatakan dalam aturan tersebut Pedoman Kode Etik Media diatur dan disetujui oleh Dewan Media dan komunitas media di seluruh Indonesia.

“Mungkin kami berharap anggota parlemen akan menginformasikan kepada komunitas media bahwa ada celah yang perlu segera diperbaiki,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *