Diwarnai Dissenting Opinion, 1 Hakim Agung Tak Setuju Syarat Usia Cagub Diubah

JAKARTA – Putusan Perkara Nomor 23/P/HUM/2024 Tentang Uji Materi Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/ atau Walikota dan Letnan Walikota diwarnai perbedaan pendapat atau perbedaan pendapat (dissenting opinion) Ketua Hakim Cerah Bangun.

Hakim Agung Cerah Bangun pada Senin (3/6/2024) menyampaikan laporan dari situs Sekretaris Mahkamah Agung mengenai hal tersebut, khususnya pada Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020. hingga Perubahan Keempat atas PKPU 3/2017 tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau walikota dan wakil walikota.

Hakim Anggota I, Cerah Bangun, berpendapat MA berwenang menguji apakah pokok persoalan hak uji materiil bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Gubernur, dan Walikota menjadi peraturan pemerintah.

Resolusi tersebut menunjukkan bahwa § 7 ayat 2 surat e) UU 10/2016 tidak mengatur batasan usia calon pimpinan daerah dan wakil kepala daerah secara lebih rinci dan/atau lebih rinci, sehingga untuk pengembangan UU 10/2016 didasarkan pada UU KPÚ apabila membuat peraturan perundang-undangan dan diatur dalam PKPU 9/2020, khususnya Pasal 4 ayat 1 huruf d yang berbunyi: “Berusia minimal 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun bagi calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil walikota dari penetapan pasangan calon.

Menurut Cerah Bangun, ungkapan “atas dasar penetapan pasangan calon” merupakan salah satu unsur ketentuan Peraturan KPU a quo yang secara substantif membedakan subjek hak uji materi dengan UU 10/2016 sehingga bahwa hakikat pokok bahasan hak uji substantif yang diuji adalah apakah ungkapan “berdasarkan penetapan pasangan calon” melanggar UU 10/2016.

Sedangkan yang menjadi pertimbangan hakim dalam melakukan uji substantif adalah apa yang menjadi pokok pikiran dan apa alasan filosofis, sosiologis, dan hukum KPU dalam menambahkan kalimat a quo dan apakah kalimat a quo sudah sesuai dengan asas pembentukannya. norma hukum, meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan, kesesuaian antar jenis, hierarki dan isi substantif yang dapat dilaksanakan, efisiensi dan efektivitas, kejelasan rumusan dan keterbukaan.

“Sebab, menurut Hakim Anggota I, frasa “dari penetapan pasangan calon” dalam peraturan a quo memang diperlukan untuk menerapkan dan/atau menerapkan UU 10/2016 agar pokok pikiran, tujuan, dan efektif serta efisien dapat mewujudkan UU tersebut. 10/2016 dan quo,” kata Hakim Cerah Bangun dalam putusannya.

“Hukuman ini tidak bertentangan dengan prinsip ‘perlakuan yang sama di depan hukum’, dengan prinsip ‘kesempatan yang sama dalam pemerintahan’, dan dengan prinsip ‘menjamin perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif’,” lanjutnya.

Selain itu, Hakim Agung Cerah Bangun berpendapat bahwa pemenuhan hak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintah terkait dengan cakupan jabatan tertentu tidak berarti menghilangkan persyaratan dan/atau pembatasan yang secara rasional diperlukan oleh jabatan tersebut.

Menurutnya, batasan waktu perlu dan hendaknya dirumuskan dalam kaidah dan kalimat terstruktur secara ringkas, jelas, dan sederhana. Penataan ini selaras dengan ontologi, epistemologi, dan aksiologi hukum untuk mencapai tujuan hukum yaitu kepastian, keadilan, dan kemaslahatan.

“Memperhatikan hal tersebut, Hakim Anggota I berpendapat aturan mengenai pokok bahasan hak peninjauan kembali tidak bertentangan dengan UU 10/2016 tentang perubahan kedua atas UU 1/2015 yang menetapkan UU Xunta de Galicia. Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, “Gubernur dan Walikota sudah menjadi undang-undang,” kata Cerah Bangun.

Oleh karena itu, melihat hal tersebut, Wakil I Hakim berpendapat bahwa tuntutan penggugat tidak berdasar dan hendaknya permohonan penggugat ditolak, lanjutnya.

Dalam pertimbangan pengadilan, karena terdapat perbedaan pendapat dan telah ada upaya untuk mempertimbangkan secara serius, namun tidak tercapai kesepakatan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 30 ayat 3 Undang-undang Mahkamah Agung 14/1985, diubah dengan UU 5./2004 dan perubahan kedua, dengan UU 3/2009, pengadilan memutuskan berdasarkan suara terbanyak.

“Mengingat, berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, maka ketentuan Pasal 4 ayat 1 huruf Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan standar di atas, khususnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” kata hakim dalam putusannya. keputusan. keputusan.

Dewan juri diketuai oleh Yulius dengan juri anggota Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *