Draf RUU Penyiaran, PWI Sebut Podcaster Ikut Terancam

JAKARTA – Tak hanya jurnalistik, RUU ini juga akan mengancam kebebasan podcaster dalam memproduksi konten kreatif. Pasalnya, Perusahaan Penyiaran Indonesia (KPI) akan memantau berbagai konten di platform media sosial.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun, usai menghadiri diskusi publik dengan topik mempertanyakan perubahan UU Penyiaran yang dapat mengancam kebebasan pers, Rabu (15/5/2021). 2024).

“Teman-teman mungkin sudah tahu kalau yang namanya konten siaran di sini bukan hanya untuk media massa saja ya. Tapi untuk perorangan seperti podcaster ya? Bayangkan kalau yang berjualan di Instagram, di TikTok nantinya juga bisa memberikan materi untuk apa yang dikatakan Hendry di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, disebut “Pengawas KPI, ya begitulah.”

Kekhawatiran terhadap pengesahan RUU tersebut, misalnya, jika pembuat konten membuat video yang dianggap melanggar aturan. Mungkin saja akun kreator disarankan untuk dibekukan sementara atau dihapus permanen.

“Misalnya ada yang melaporkan kecelakaan lalu lintas yang ada darahnya, menurut KPI dia sadis, misalnya, maka akunnya dihapus dan disarankan dihapus ,” katanya, “Kita harus membantu banyak paragraf proyek hukum”.

Sementara dari sisi media, partai menolak pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang merugikan kebebasan pers. Pihaknya menyoroti dua ayat dalam RUU tersebut.

Ia mengatakan, “Kekhawatiran kami ada dua. Yang pertama berkaitan dengan (larangan) jurnalisme investigatif dan yang kedua adalah perselisihan mengenai kewenangan menangani pengaduan.”

Ia mengaku sudah dua periode menjabat di Dewan Pers. Ia mengatakan, Dewan Pers saat ini selalu bertujuan untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Sebab Dewan Pers merupakan lembaga yang independen.

Lanjutnya: “Saya tahu betul bahwa penanganan sengketa jurnalistik itu baik, sangat obyektif dan independen serta tidak berpengaruh pada apa pun, karena dewan pers ini dipilih oleh komunitas jurnalistik. Apakah benar demikian?”

Sedangkan dalam rancangan undang-undang tersebut, perselisihan pers atau pers akan ditangani oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Penyelesaian konflik dikhawatirkan mempunyai komponen politik, karena indikator kinerja utama adalah lembaga yang diatur oleh Kongres Rakyat.

Sedangkan kalau kita tahu tidak ada apa-apa, KPI ini adalah hasil penyulingan dan ujian ketat DPR, sehingga ada nuansa politik di dalamnya. kata Hendry, “Inilah yang kami yakini harus dihapuskan oleh RUU tersebut.”

Ia juga menilai pelarangan artikel eksklusif jurnalisme investigatif merupakan hal yang konyol. Sebab jurnalisme investigatif merupakan lapisan pemberitaan tertinggi.

Dia menambahkan: “Kalau tidak ada, itu lucu, karena jika kita terbiasa dengan jurnalisme investigatif di media, kita tahu bahwa itu adalah puncak dari pemberitaan apa pun.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *