Hubungan Dua Gunung Suci di Jawa Sebelum Pecahnya Perang Bubat Majapahit dan Sunda

JAKARTA – Pertempuran Bubat antara Kerajaan Mapahite dan Kerajaan Sunda memutuskan tali persahabatan. Keduanya mengaku sudah ‘dekat’ dalam hal komunikasi dan interaksi sejak tadi. Pada saat dilamar oleh putri raja Sunda, perang tersebut mengakhiri kerja sama kedua kerajaan.

Konon gunung-gunung keramat yang ada di Pulau Jawa menjadi saksi eratnya hubungan kedua kerajaan ini. Pada masa itu, masyarakat Jawa Kuno percaya bahwa gunung adalah tempat suci, tempat bersemayamnya para dewa.

Kisah Pegunungan Suci konon terjadi karena ada dewa yang menerbangkan separuh Gunung Mahmru ke Jawa Timur. Naskah kuno ini mencerminkan hubungan antara Sunda dan Jawa, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Mapahit.

“Naskah kuno yang berjudul Tantu Pengelaran ini menceritakan bagaimana ada Tuhan yang menjadikan hubungan Sunda dan Majapahit abadi,” seperti dalam “Perang Batat 1279 Saka, Kerajaan Sunda Melawan Kerajaan Majapahit”. Dikutip dari “Mengungkap Kebenaran”. Dari Sri Ventala Ahmad.

Kitab itu konon ditulis menggunakan bahasa Jawa Tengah yang merupakan bahasa Jawa peralihan dari bahasa Jawa kuno ke bahasa Jawa modern. Bahasa Jawa Tengah ini dikenal pada masa Mapah. Tanto Pangilaran sendiri ditulis pada masa Dinasti Mapahit. Buku ini mengawali kisah penciptaan manusia di Pulau Jawa dan segala aturan yang harus ditaati manusia.

Konon dahulu kala Pulau Jawa kerap tidak seimbang karena diterpa gelombang laut. Alhasil, untuk menghidupkan kembali Pulau Jawa, para dewa memindahkan Gunung Mahamru dari Jambudvipa di India ke Javadvipa. Setelah sampai di Pulau Jawa, gunung tersebut turun ke tanah Sunda, di wilayah Jawa Barat.

Kitab Tantu Panggelaran dengan gamblang menggambarkan pemindahan gunung ini. Kemudian, para dewa membawa Gunung Mahamru kembali ke Jawa Timur. Namun dalam perjalanannya, karena sangat tinggi, gunung-gunung tersebut runtuh dan runtuh di beberapa daerah sehingga terbentuklah gunung-gunung baru, seperti Gunung Willis, Gunung Kampod atau Kelod, Arjuna dan Kymokus atau bernama Velrang.

Sedangkan Mahamru yang ditetapkan sebagai Gunung Semeru masih berdiri, kemudian dipotong dan dibuang oleh para dewa sehingga menjadi Gunung Pavitra atau Gunung Penanggan. Dari detail yang belum diketahui tersebut, terdapat keterkaitan mitologis antar gunung-gunung yang ada di Jawa.

Dimana Mahamiro atau Gunung Semero merupakan Axis Mundi atau tiga alam (Bhoraloka, Bhavarloka dan Svaraloka), yang diangkut dari Jambudvipa ke Pulau Jawa oleh para dewa. Pangkalannya di Jawa Barat disebut Gunung Klasa, yang merupakan bahasa Sunda dari Tatar Mahamru. Gunung Salk berdiri di barat daya Bogor, kota kuno Pakwan Pajajran, ibu kota kuno Sunda setelah dipindahkan dari kawasan Galwah.

Kitab Tantu Pangilaran menjelaskan bahwa kaki Gunung Mahamru tempat para dewa pergi ke Jawa berada di Tatar Sunda. Sedangkan badan dan puncaknya berada di Jawa Timur, artinya seluruh tanah Jawa dikuatkan oleh bagian yang penting, dan ada kesucian yang sama antar gunung-gunung di Jawa. Ingatlah bahwa semua gunung jatuh dari gunung ketika dipindahkan oleh para dewa.

Dalam kitab Tanto Pangilaran, Gunung Salk atau Gunung Klasa disebut juga Gunung Sundavini, cikal bakal atau pusat berdirinya Tatar Sunda. Teks tersebut menyebutkan bahwa di puncak gunung Sundavini terdapat patung Wisnu yang terbuat dari emas karya Mapo Barang. Sedangkan di kaki gunung Sundavini terdapat perkampungan mandala bagi umat beragama yang disebut Reblas.

Pentingnya Gunung Sundavini diketahui oleh para penyusun kitab Tantu Pangilaran. Gunung Sundavini juga dianggap sebagai kaki gunung Maharu, sehingga tubuh dan tempat duduk Maharu tidak ada artinya jika berdiri di kaki gunung tersebut. Dari sini dapat dikatakan bahwa obat penawar terdapat pada suku Tatar Sunda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *