Kasus Intoleransi di Tangsel, Ini Tanggapan Dirjen HAM

JAKARTA – Pada Minggu, 5 Mei 2024, terjadi konflik antara komunitas Tasbih dengan warga Jalan Ampera, Babkan, Seto, Tangerang Selatan (Tangsel). Akibat kejadian tersebut, beberapa orang terluka akibat senjata tajam.

Saat itu, sejumlah penghuni yang sebagian merupakan mahasiswa Universitas Pamulang sedang berdoa bersama sesuai ajaran Katolik. Beberapa warga mengaku merasa terganggu dan kemudian memperingatkan jamaah untuk menghentikan aktivitasnya. Terjadi kesalahpahaman yang berujung pada adu mulut antara jamaah dengan beberapa pemuda setempat.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal HAM Dahana Putra menyayangkan insiden kekerasan yang menimpa sejumlah mahasiswa Katolik Universitas Pamulang saat acara doa rosario di Tangerang Selatan. Menurutnya, kejadian kekerasan seperti itu tidak boleh terjadi di Indonesia yang menganut Pancasila.

Dalam keterangannya pada Selasa (5/5/2024), Dahana mengatakan: “Jika terjadi perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan ibadah, maka perlu dilakukan dialog dengan mengutamakan semangat toleransi dan hak asasi manusia, bukan penggunaan kekerasan. kekerasan.”

Ia juga berharap Pemprov Tangsel, aparat penegak hukum, FKUB dan pemangku kepentingan setempat dapat bersinergi mencegah kekerasan dan menyelesaikan masalah ini dengan bijak dan rasional. Sebab, mereka khawatir jika mengabaikan tindakan kekerasan akan menimbulkan potensi konflik di kemudian hari.

Ia mengatakan: “Jika memang ada kendala dalam menjalankan ibadah, diharapkan ada peluang untuk memfasilitasinya agar hak beribadah dalam Konstitusi dihormati dengan baik dan konsisten.”

Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Tajikistan Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Stabilitas Beragama, Keberagaman Agama dan Keyakinan merupakan anugerah Tuhan bagi Bangsa Indonesia yang menjadi landasan perilaku warga negara. dan pemerintah yang mempunyai kedudukan penting dan strategis dalam dunia internasional. kehidupan bangsa dan pemerintahan. Di Indonesia berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Persoalan toleransi antar umat beragama memerlukan perhatian serius. Selain itu, menurut dia, pada rapat koordinasi kepala daerah dan Furkopimda di Sentul tahun lalu, Presiden Jokowi menekankan pentingnya perlindungan hak beribadah yang merupakan amanat konstitusi.

Ia menambahkan, “Dalam pandangan kami, tentunya pernyataan Presiden Jokowi pada KTT Koordinasi Sentul tahun lalu harus dipertimbangkan secara matang oleh para pemimpin daerah ketika membahas permasalahan atau isu terkait kebebasan beragama.”

Lebih lanjut, Dahana mengakui upaya menciptakan pemahaman mengenai isu toleransi antar umat beragama bukanlah hal yang mudah. Selain aspek peraturan dan penegakan hukum, Dahana menganggap penting advokasi hak asasi manusia yang berkelanjutan dan keterlibatan multi-pihak. Dengan cara ini diharapkan pemahaman masyarakat mengenai toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia berangsur-angsur meningkat.

Ia berkata: “Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya toleransi dan kebebasan beragama, kami telah bekerja sama dengan mitra untuk mempromosikan hak asasi manusia dengan mengutamakan pendekatan terhadap martabat manusia.”

Saat ini Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia bersama salah satu mitra kerja sama – Limna Institute sedang menyelesaikan sejumlah program sosialisasi HAM terkait isu toleransi dan kebebasan beragama di sejumlah daerah. Acara ini akan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dan masyarakat umum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *