Kasus Santri Tewas di Kediri, Ternyata Pesantren Tak Miliki Izin

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) menyebut seorang pelajar tewas dalam penyerangan terhadap seorang siswi SMA di sebuah pesantren di Kediri, Jawa Timur, yang tidak diperbolehkan masuk sekolah. Formulir Nomor Statistik Pondok Pesantren (NSP).

“Ini pesantren di Kediri, tidak ada NSPnya,” kata Plt Direktur Pendidikan Anak Usia Dini dan Pesantren Waryono Abdul Ghafoor, di kantornya di Jakarta, Selasa (27/2/2024).

Seorang santri asal Banyuwangi diketahui meninggal dunia di Pondok Pesantren Al Hanifia Kediri, Jawa Timur. Waryono menjelaskan, korban juga bersekolah di Madrasah Tsanawiah yang memiliki NSP, namun tidak memiliki pesantren.

“Siswa ini bersekolah di sekolah yang ada NSP di Tsanavia. Tapi dia sendiri asrama di pesantren tanpa NSP. Tapi Madrasah KSKK-nya ada di tempat lain, jadi dia tidak ada di pesantren ini,” jelasnya. Waryono.

Untuk itu, dia meminta pihak pesantren meminta izin ke Kementerian Agama.

“Kami sangat menyarankan untuk memiliki izin. Kalau kami punya izin, kita bisa bicara tentang pengawasan sekaligus memberikan akses terhadap sumber daya kementerian, misalnya bantuan,” ujarnya.

Saat ini, kata Waryono, jumlah pesantren yang disetujui dan didaftarkan Kementerian Agama sebanyak 40.000. Untuk pesantren yang disetujui, Kementerian Agama memiliki struktur pimpinan departemen pesantren hingga kabupaten/kota. Mereka bertanggung jawab mengawasi dan membina pesantren.

“Jadi kalau ada pelanggaran seperti itu, saksinya seperti apa? Itu juga akan diatur dalam keputusan direktur eksekutif. Jadi mulai teguran lisan, lalu teguran tertulis, sampai kemudian, bahkan bisa juga teguran lisan. pemecatan,” tegasnya.

Ia mengimbau para orang tua selektif dalam menyekolahkan anaknya ke pesantren dengan mengecek NSP dan mencari sanad dari pengurus. Memang, pesantren yang disetujui mendapat pengawasan dan bimbingan dari Kementerian Agama.

“Karena pendidikan yang baik lahir dari ekosistem yang baik. Proses pembelajaran lahir tidak hanya dari produk pesantren, tapi juga dari proses pengawasan orang tua,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag M Ali Randhani mengatakan, jika pesantren tidak memiliki NSP maka tidak akan diakui negara.

“Bukan pesantren, mengaku pesantren, pesantren yang tidak diakui negara,” ujarnya.

Dia mengatakan Kementerian Agama tidak akan melakukan intervensi jika hal tersebut tidak masuk dalam kewenangannya. Pegangannya diserahkan kepada polisi.

Menurut dia, Kemenag memiliki PMA 73 Tahun 2022 dan PKMA 82 Tahun 2023 tentang Penanggulangan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Sekolah. Pihaknya terus mendorong pesantren ramah anak melalui kerja sama dengan PPA dan Kementerian UNICEF.

“Kami tidak dan tidak boleh terlibat dalam urusan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum,” ujarnya.

Menurutnya, Pesantren Al Hanafia, nama pesantren, secara sederhana adalah pesantren. Sebab pada prinsipnya pesantren lahir untuk masyarakat. Namun dalam konteks negara, pesantren tidak diperbolehkan.

“Misalnya, apakah orang bisa membangun sesuatu? Boleh saja. Bolehkah membangun universitas? Boleh saja. Tapi kalau tidak izin, apakah bisa disebut universitas?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *