Kerja Sama Pajajaran-Portugis Jadi Perjanjian Internasional Pertama di Nusantara

Perjanjian kerja sama ditandatangani oleh Pajaran dan Portugal. Konon perjanjian ini merupakan perjanjian internasional pertama yang tercatat secara resmi di nusantara, menandai dimulainya kenegaraan Indonesia. Perjanjian kedua ditandatangani di Malaka pada tahun 1521.

Saat itu, Alfonso de Albuquerque menjadi gubernur Portugis di Malaka, dan ia mengundang delegasi peziarah dari Sunda. Konon utusan Pajajaran bernama Ruto Samyam datang untuk merundingkan perjanjian dagang atas undangan Alfonso d’Albouquerque.

Baca juga:

Melalui lobi Ruto Samiam, perwakilan Kesultanan di Sunda, Alfonso de Albuquerque menjadi tertarik. Setelah itu, pada tahun 1522, Portugis dikirim dari Malaka ke Sinda oleh Henrique de Lome, saudara laki-laki Alfonso de Albuquerque.

“Henriquez de Lome kemudian berlayar dari Malaka menuju Sunda sambil membawa hadiah untuk diberikan kepada Ratu Samyam yang (sudah) menjadi raja Sunda saat itu,” sebagaimana disebutkan dalam buku “Menelusuri Sejarah Pakwan Pajajaran” telah dilakukan Prabhu Salivangi”.

Henrique de Lome tiba di dekat Teluk Sunda, Banten dan disambut dengan sorak-sorai. De Lome menyapa raja di kota tempat tinggalnya, yang disebut Dayo atau Dayeuh artinya kota. Konon tempatnya cukup jauh dari pelabuhan, terletak di daerah perbukitan. Jumlah penduduk saat itu sekitar 50 ribu jiwa.

Baca juga:

Perundingan tersebut akhirnya menghasilkan kesepakatan pada tanggal 21 Agustus 1522. Dua salinan teks disiapkan, dan masing-masing memiliki satu salinan. Di pihak Sunda ada tiga orang saksi yang berpangkat tinggi, seperti Mandari Tadam atau Muntri Delam, Tamungu Sang De Peet yang berarti Adipati Tomanggang, Bangar yang mungkin penanggung jawab bendahara, dan Zubandar atau Sahibbandar.

Saksi dari pihak Portugal adalah Fernando de Almeida, Francisco Ennis, Manuel Mendez, Joao Continho, Gil Barboza, Tom Pinto, Sebastian de Rigo, dan Francisco Diaz. Konon, perjanjian tersebut tidak berbentuk perjanjian tertulis. Kata dia, perjanjian itu disahkan melalui pemungutan suara.

Namun sumber-sumber Portugis yang dikutip Hegman menyatakan bahwa perjanjian itu dibuat dalam rangkap dua atau rangkap dua van deze vermeinung werd een geschrift opgemaakt, dan satu untuk masing-masing pihak, atau waaran elke partij een behleid.

Portugis dan Pajara telah menandatangani Perjanjian Tiga Poin, dari tanah Sunda. Pertama, Sunda dan Portugis akan bekerja sama untuk melawan kekuatan Islam. Kedua, Portugis diperbolehkan membangun benteng di pelabuhan Sunda. Ketiga, setiap tahunnya masyarakat Sunda akan menyerahkan 1.000 karung lada untuk ditukarkan dengan barang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *