Nestapa Siswi SMP di Tangerang yang Dibully hingga Patah Kaki, Kini Terbaring Lemas

Tangsel – Seorang pelajar berinisial S (13) ditemukan tergeletak di tempat tidur kediamannya di Kampung Kebon Bala, RT04 RW05, Lengkong Kulon, Pagedangan, Kabupaten Tangerang pada Rabu (15/05/24).

Siswa kelas 1 SMPN 1 Paketangan itu tak bisa bergerak sebanyak itu karena kaki kanannya digips. Hasil rontgen dipastikan adanya patah tulang di sekitar lutut dan di rahang.

Siswa malang yang didampingi ibunya Yayu (39) itu menceritakan awal mula kejadian hingga ia mengalami patah tulang. Hal ini disebabkan adanya perundungan yang dilakukan oleh beberapa siswa lain di kelas tersebut.

“Kejadiannya Rabu (8 Mei 2024). Saat itu saya sedang bersih-bersih kelas dan saya angkat kursi untuk membersihkan lantai,” ujarnya.

Baca selengkapnya:

Di tengah aksinya, beberapa siswa laki-laki melemparkan katak hidup ke arahnya. Takut pada banyak hewan kecil sejak kecil, S spontan menjadi paranoid. Yang lain melemparkan katak ke teman sekelasnya. Tapi dia telah diintimidasi.

“Aku sudah menembaknya (katak itu), lalu anak-anak mengambilnya lagi dan melemparkannya ke kepalaku, dia langsung melompat dan berlari begitu cepat hingga kaki guru membentur meja. Anak-anak ini selalu membuatku takut hampir setiap hari. Karena Saya tahu bahwa saya takut pada binatang itu.

Pukulan keras antara sisi panel dan kaki kanan S menyebabkan dia terjatuh kesakitan. Guru kelas dan beberapa siswa membawanya ke ruang perawatan sementara UKS.

“Saya ingin mengeksposnya di sekolah tapi saya tidak bisa berjalan dan sakit saat bangun. Lalu ibu saya datang menjemput saya,” ujarnya.

Baca selengkapnya:

Patah tulang yang dirasakan S baru diketahui sehari setelah Agile menyarankannya untuk berobat ke klinik kesehatan. Setelah dilakukan rontgen, patah tulang tersebut dipastikan. Di sisi lain, dia menahan rasa sakit.

Tak melihat kondisi putrinya, Yayu dan suaminya Baithila (40) bergegas menghubungi dokter spesialis lain untuk mengobati patah tulang S.

“Kami tidak membawanya ke rumah sakit, karena kasus tersebut tidak ditanggung oleh BPJS (kesehatan). Akhirnya kami sepakat untuk pengobatan alternatif,” kata Yayu.

Lanjut Yayu, putrinya masih sering merasakan nyeri pada kakinya. Setiap hari S hanya bisa tidur. Sedangkan S harus menggunakan pispot untuk buang air besar.

“Saya sering sakit.

Guru kelas dan orang tua siswa yang ditindas mengunjungi St. Semua pihak menyatakan menyayangkan kejadian tersebut. Bahkan pihak sekolah mengakui diskusi tersebut hanya sekedar menjembatani orang tua korban dengan keluarga siswa mata pelajaran tersebut.

“Jadi ketiga orang tuanya berpendapat sebaiknya dia membantu penyimpanannya,” jelas Humas Slamet, SMPN 1 Pagedangan, yang ditemui terpisah.

Slamet menolak jika pihak sekolah menerima terdakwa S bersedia berobat ke RS Slamet. “Jadi sekolahnya dikontrol sekali, tidak mencakup kedokteran (bedah),” ujarnya.

Slamet membenarkan, dirinya mengikuti aksi beberapa pelajar yang terlibat perundungan. “Kita akan bahas lagi apakah SP1 harus diberikan kepada anak-anak ini atau bagaimana,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *