Orangtua Mahasiswa Baru UGM Ikut Kuliah Gantikan Anaknya yang Meninggal, Ini Kisahnya

JAKARTA – Kuliah di program studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis tidak berlangsung seperti biasanya. Kedua orang tuanya duduk di kursi depan bersama putri sulungnya.

Kedua orang tersebut adalah Sebastian Hutabarat dan Imelda Tiurniari Napitupulu, orang tua mahasiswa baru FEB UGM Marchia Hutabarat yang meninggal dunia pada 17 Juni 2024.

Marchia tercatat sebagai siswi baru yang diterima di Program SMA pada Program Pendidikan Manajemen angkatan 2024. Gadis asal Sangkarnihuta, Balige, Toba, Sumatera Utara ini meninggal dunia karena sakit sehingga tak sempat membuat keributan baru. . kebingungan dalam menerima mahasiswa atau mata kuliah baru.

Kehadiran Sebastian beserta istri dan putri sulungnya menunggu sejenak untuk mendengarkan pidato tersebut menimbulkan momen haru yang mengisi pidato pagi itu. Suara Sebastian, yang diberi kesempatan untuk menceritakan kisah sang putri, terdengar bergetar saat ia mulai berbicara.

Matanya berkaca-kaca saat dia memperkenalkan dirinya dan keluarganya. Berkali-kali ia terlihat mengendalikan napasnya yang cepat dan menyeka air mata yang mengalir deras.

“Sepertinya Marchia duduk di tengah-tengah kalian,” ujarnya sambil menangis, dikutip dari situs UGM, Sabtu (17 Agustus 2024).

Sebastian mengatakan Marchia, kelahiran 2006, cerdas dan sukses. Seorang putri selalu menang di kelasnya. Berkat keberhasilannya, Marchia diterima di UGM melalui Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).

Dia tidak pernah menyangka harus meninggalkan putrinya secepat ini. Ia merasa sangat kehilangan karena merasa tidak bisa selalu berada di sisi Marchia di setiap momen hidupnya.

“Saat itu istri saya menelepon saya.

Dia memulai dengan mengatakan jangan kaget, Marchia sudah mati. Ia menjelaskan: “Tiba-tiba perasaan saya saat itu sangat kacau karena saya jauh dari Balige, dan Marchia berada di Yogyakarta.

Imelda sambil menangis mengungkap rangkaian peristiwa kematian putrinya, Marchia. Hingga Juni 2024, ia dan Marchia telah tiba di Yogyakarta bersama putri sulungnya, Nada, yang sedang kuliah di ISI Yogyakarta untuk mempersiapkan persyaratan masuk universitas, termasuk mencari tempat tinggal. Mereka bahkan menyempatkan diri berkunjung untuk melihat suasana kampus FEB UGM.

Marchia berfoto di depan Pertamina Tower. “Katanya kampusnya keren dan dia merasa tertekan,” ujarnya.

Untuk merayakan kesuksesan putrinya, Imelda pun mengadakan pesta kecil-kecilan. Ia mengajak kedua putrinya ke Nepal Van Java Magelang. Saat itu semua tampak baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikeluhkan pada putri bungsunya. Namun sesuatu yang tidak terduga terjadi saat dia sampai di penginapan.

“Saat kami sampai di wisma, Marchia bilang dia mau mandi. “30 menit lebih kenapa dia tidak keluar? Saya ketuk pintunya tapi tidak ada yang menjawab. Saat akhirnya saya buka pintu, Marchia sudah tidak sadarkan diri,” jelasnya.

Awalnya, dia mengira putrinya sedang bercanda. Namun saat terbangun, ia tidak sadarkan diri. Ia langsung diberikan pertolongan pertama dan dibawa ke posko kesehatan terdekat yang berjarak 15 km dari wisma. “Waktu itu puskesmas terdekat sedang sepi karena libur Idul Adha. Sesampainya di sana, saya merasa Marchia sudah tidak ada lagi dan ternyata benar,” ujarnya.

Meski sulit, dia harus menerima kenyataan itu. Ia tetap merasa bersyukur bisa mendampingi putrinya hingga saat-saat terakhir hidupnya.

Sebastian melanjutkan cerita istrinya tentang karakter Marchia. Putrinya merupakan anak yang sangat antusias dan berkemauan keras untuk meraih cita-citanya, termasuk masuk UGM. Marchia mempunyai kebiasaan belajar hingga larut malam dan terkadang tidak memperhatikan makan sehingga menyebabkan asam lambung. “Mari kita jadikan pengalaman Marchia ini lebih bersyukur dan peduli. “Kami berharap hal ini dapat menjadi masukan bagi anda untuk merenung, manfaatkan waktu anda dengan baik dan jangan menyepelekan pola makan dan hidup sehat,” sarannya.

Tangisan kecil terdengar di seluruh kelas saat itu. Beberapa mahasiswa baru yang hadir pada pidato tersebut menangis mendengar cerita Marchia. Bahkan wali kelas Rina Herani pun tak kuasa menahan air matanya dan suaranya bergetar saat menceritakan kisah Marchia sebagai pengingat kepada anak-anak agar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

“Jangan buang waktu sambil belajar. “Bisa belajar di sini merupakan suatu keistimewaan yang luar biasa karena tidak semua orang bisa mendapatkan pengalaman tersebut, jadi jangan sia-siakan kesempatan ini,” ujarnya.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FEB UGM, Bayu Sutikno mengatakan, segenap keluarga besar FEB UGM, termasuk 605 mahasiswa baru Program Sarjana angkatan 2024, para dosen dan civitas akademika, sangat berduka mendengar berpulangnya Marchia Hutabarat. .

Kehadiran orang tua Marchia pada minggu pertama perkuliahan menimbulkan rasa kehilangan yang mendalam namun di sisi lain menunjukkan dedikasi dan semangat untuk memberikan semangat kepada rekan-rekan almarhum agar memanfaatkan kesempatan terbaik untuk kuliah di FEB UGM.

“Almarhum yang diterima di UGM melalui SNBP menunjukkan prestasi yang sangat tinggi dan semangat yang gigih di Balige, Sumatera Utara untuk belajar di Yogyakarta,” ujarnya.

Bayu mengatakan, meninggalnya Marchia karena sakit menjadi pengingat khususnya bagi mahasiswa untuk selalu bersyukur karena diberikan kesempatan kuliah di salah satu universitas terbaik di Indonesia. Jalan kaki Marchia juga mengingatkan para pelajar untuk tetap menjaga kesehatan dan menepati janji kepada orang tua.

Bayu mengakhiri, “Selamat tinggal Marchia, semangat dan perjuangan kalian selalu menginspirasi kami.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *