Pernikahan Mapu Manuku atau Rakai Pikatan dengan Pramodhurdani membawanya menjadi raja Mataram. Saat itu Mataram Kuno masih berada di ibu kota Medang, sebelum akhirnya berpindah ke Mamratti Rakai Pektan.
Terpilihnya Rakai Pikatan tak lepas dari peran menantunya Samaratunga yang menginginkan putranya Pramodhurdani menikah dengan Mapo Manoko. Ambisinya untuk menyatukan dua kerajaan terbesar di kepulauan saat itu, yaitu kerajaan Sanjaya dan Salindra, akhirnya terwujud dalam pernikahan penuh berkah tersebut.
Saat menjadi raja Mataram, misi mempertemukan kedua bapak tersebut dinilai bijaksana. Tapi jalan menuju ke sana masih panjang. Samaratunga menugaskan Rakai Pikatan pertama untuk melindungi Candi Bhumisambara atau yang sekarang disebut Borobudur.
Berkat jasanya, Mapo Manuku yang semula menjabat sebagai kepala daerah Patapan, diberikan kepada Samartunga beberapa swatantra atau desa bebas pajak, sesuai teks Kyomungan.Semasa sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa.
Selain itu, Mpu Manuku diangkat oleh Samaratunga sebagai kepala daerah atau kepala desa Pikatan. Sejak saat itu, Mpu Manuku dikenal dengan sebutan Rakai Pikatan.
Situasi Mapu Manuku meningkat ketika ia menikah secara politik dengan putra Samartungga, Pramodhurdani, seorang raja yang konon pernah memerintah kerajaan Srivija dan Mataram.
Dengan menjadi raja, Mapo Manoko nantinya mampu menghidupkan kembali kejayaan Kerajaan Sanjaya yang sudah lama bergejolak. Tak hanya itu, selama ia bekerja di Mataram, ibu kota Mataram pun diubah menjadi Mamrat.
Kedua, membangun candi Hindu Sivagraha. Pembangunan candi ini ditugaskan oleh Mapo Manoko bersaing dengan dua candi Buddha Bhumisambara dan Siu. Dalam bidang politik, Rakai Pikatan memberikan hadiah kepada kedua putranya, yaitu Ampu Teguh, lahir dari istri Ampu Tamer, dan Deh Lokpala, lahir dari Kaisar Pramudawardani.
Mapo Manoko memberikan wilayah Watuhomlang kepada Mapo Tigo. Sedangkan Mpu Manoko menobatkan Daya Lokapala sebagai raja Madang Daya Lokapala berhasil mengalahkan Pemberontakan Mpu Kambayuni.