Sikap Mertua Pangeran Diponegoro Musuhi Belanda hingga Berperang Lawan Daendels

JAKARTA – Roden Ronga Proviradiryo III, mertua Pangeran Dipongor, menunjukkan rasa permusuhan terhadap Belanda. Ia tak segan-segan menerapkan kebijakan menolak segala keputusan Belanda yang menguasai Pulau Jawa saat itu.

Kecerdasan dan strateginya konon menjadikan Pangeran Dipanegor sebagai mertua putranya, Sultan Hamengkubuwon II, raja kedua Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwon II sangat menganggap Raden Rongga Praviradiryo III, Raden Tumengung Sumadiningrat, dan Raden Adipati Danureh II istimewa karena sudah seperti anak kandungnya sendiri.

Namun khusus untuk Roden Rog Proviradiryo III, ia pernah menduduki beberapa jabatan strategis, mulai dari Bupati Madiun hingga Bupati Vedan di wilayah Mankanagera Timur pada masa Kesultanan Yogyakarta.

Roden Rong Praviradiryo III dan Roden Tumengun Sumadiningrat disebut-sebut dikenal sebagai orang Jawa yang tak bisa menyembunyikan sentimen anti-Eropa. Keduanya dikenal sebagai orang yang sangat mendukung kebijakan Sultan Kedua dalam hubungannya dengan penguasa kolonial.

Raden Ronggo Praviradiryo III dan Raden Tumengun Sumadiningrat juga diketahui bermusuhan dengan menantunya, Sultan Kedua, Patih Danureh II, yang menjabat pada tahun 1799 hingga 1811, kata The Last One. pepatah. Banteng Kesultanan Yogyakarta: Sejarah Roden Rong Prawiradirdj III Madiun sekitar tahun 1779-1810 (2022).

Patih sering menggunakan posisinya untuk mencampuri urusan kerajaan dan tetap menjadi saluran utama untuk membicarakan segala hal dengan Sultan. Namun, ia sering menunda pengambilan keputusan mengenai isu-isu penting dalam waktu yang lama, sehingga memperumit hubungan Belanda dengan istana.

Sentimen anti-Eropa pada Roden Rongga Proviradiryo III dan Roden Tumengung Sumadiningrat semakin menguat ketika pemerintah kolonial mengusulkan tata cara upacara baru penerimaan perwakilan pejabat kolonial di istana. Segera sultan kedua mengatur pertemuan dengan nayaka.

Raden Rongga Praviradiryo III dan Raden Tumengung Sumadiningrat menolak mentah-mentah tawaran pemerintah kolonial. Sebaliknya, Danurekha II dan tiga Nayak lainnya menerimanya.

Pada akhirnya pertemuan tersebut terpecah menjadi dua kubu yang sama besarnya, dan selama 2,5 tahun berikutnya, Roden Rongga selalu menjadi pusat pertarungan antara Yogyakarta dan Deendels. Peran Roden Ron sangat penting dalam menentukan arah politik Keraton Yogyakarta, meskipun usianya masih terbilang muda saat itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *