Tanggapi Maraknya Hoaks, FISIP UPN VJ Adakan Seminar Nasional: Daya Kritis Masyarakat Tangkal Hoaks

JAKARTA – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional Pembangunan Veteran Jakarta (UPN Veteran Jakarta) dan berbagai pemangku kepentingan menyelenggarakan seminar nasional bertajuk Kekuatan Kritis Masyarakat Melawan Hoax. Seminar ini diselenggarakan untuk menyikapi fenomena penipuan dan berita palsu yang kini semakin marak di era post-truth.

Seminar online ini menghadirkan empat pembicara dari empat instansi berbeda yaitu Dr. Munadhil Abdul Muqsith, Ph.D selaku Kepala Departemen Ilmu Komunikasi FISIP, UPN Veteran Jakarta, Dr. Syahrul Salam, selaku Direktur Strategis Indonesia. Lembaga Pengkajian Kebijakan (LPKSI), Tuty Octtaviany selaku Wakil Pemimpin Redaksi newfictionwriters.com, dan Nachnoer Vernier A. Arss, S.Si., M.A.P. selaku Kepala Desa Kampung Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Kolaborasi multilembaga atau “pentahelix” ini bertujuan untuk merumuskan solusi yang lebih komprehensif terhadap masalah penipuan dan berita palsu.

Seminar dibuka dengan sambutan dari Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama veteran FISIP UPN Jakarta, Musa Maliki, Ph.D, yang menyoroti pentingnya seminar ini di era post-truth yang sarat dengan berita bohong.

“Kegiatan Pentahelix sangat penting mengingat masyarakat saat ini tidak dapat dipisahkan dari dunia digital, tidak dapat dipisahkan dari berita bohong. Kita kini memasuki era post-truth dan hyperreality yang membuat kita sulit membedakan antara kebenaran nyata dan kebenaran palsu. ,” Musa Maliki, Ph.D, kepada peserta seminar mahasiswa S1 dan S2 FISIP UPN-VJ, Senin, 23 September 2024. 

Mengutip Asosiasi Penyelenggara Jasa Internasional Indonesia (APJII), Dr. Ana Sabhana A, selaku moderator kegiatan ini menambahkan, pada tahun 2024, pengguna internet di Indonesia akan mencapai 221.563.479 orang, pengguna utamanya adalah generasi Z dan tentunya generasi milenial. Jika mereka tidak memiliki literasi digital yang memadai, masyarakat hanya akan menjadi sasaran empuk penyebaran informasi yang tidak benar.

Acara kemudian dilanjutkan oleh pembicara. Syahrul Salam selaku pembicara pertama menyampaikan bahwa saat ini banyak pihak yang memproduksi dan menyebarkan informasi yang belum tentu benar. Ia menambahkan, “masalahnya saat ini ada agenda tak kasat mata yang secara perlahan berdampak pada masyarakat. “Jika kita tidak memperhatikan dan mengantisipasi hal ini maka akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosial kita.”

Diskusi dilanjutkan oleh pembicara kedua, Dr. Munadhil Abdul Muqsith, Ph.D yang membawakan tema masyarakat informasi dan hoax. Menurut Dr Munadhil, fenomena berita bohong bukanlah fenomena baru. “Berita palsu sudah tercatat jauh sebelum zaman percetakan. “Saat itu Oktavianus menggunakan berita palsu untuk menjadi pemimpin Kekaisaran Romawi,” kata Dr Munadhil

Berita palsu terus bermunculan seiring berjalannya waktu. Dia mengikuti teknologi. Namun apapun bentuknya, akibat dari berita palsu selalu sama: memanipulasi opini publik.

Lebih lanjut Dr. Munadhil juga menjelaskan bahwa media saat ini membuat kita terjebak dalam gelembung filter dan ruang ramah lingkungan yang menjebak masyarakat pada pilihan-pilihan yang tersedia bagi mereka. Hal ini menjebak pengguna media sosial dalam cara pandang yang cenderung bias.

Tidak berhenti sampai disitu, hal lain yang dilakukan Dr. Munadhil adalah tipologi berita bohong. Menurut dia, tipologi berita palsu meliputi misinformasi, disinformasi, dan disinformasi. Misinformasi adalah konten palsu yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak menyadari bahwa itu adalah berita palsu, sedangkan disinformasi adalah informasi palsu yang sengaja disebarkan dengan maksud untuk menyesatkan.

Informasi yang menyesatkan biasanya dihasilkan oleh organisasi pemerintah. Disinformasi adalah informasi yang sebenarnya sesuai dengan fakta namun disebarluaskan dengan tujuan menyesatkan dan menimbulkan kebingungan. Tipologi yang bermula dari misinformasi, disinformasi dan disinformasi ini jelas digunakan dalam isu genosida Israel terhadap Palestina, tutupnya.

Materi berikut disampaikan oleh Kepala Desa Kampung Pondok Labu Vernier yang mengawali pemaparannya dengan mengungkap ciri-ciri penipuan, antara lain headline yang bombastis, berisi kalimat yang mengajak masyarakat untuk menyebarkan kembali informasi, tanpa juga mencantumkan sumber informasi yang jelas. Baik itu benar, dan buruknya menjadi kenyataan, link URL-nya tidak jelas dan isinya tidak nyambung satu sama lain.

Selain itu, pria kelahiran Bogor ini juga menjelaskan, saat ini penyebaran hoaks bisa dikenakan sanksi hukum mulai dari UU Nomor 40 Tahun 2008, UU Nomor X Tahun 2005. Vernier juga mengungkapkan, untuk meminimalisir penyebaran penipuan di wilayahnya, tersedia aplikasi khusus penangkal hoaks. “Di wilayah DKI Jakarta ada aplikasi bernama Jala Hoax atau Jakarta Melawan Hoax yang dioperasikan oleh Kementerian Penerangan DKI Jakarta,” ujarnya.

Hoax net merupakan sarana informasi dan klarifikasi fakta terkini dengan menggunakan teknologi informasi untuk melaksanakan pengelolaan informasi publik yang sehat dan positif. Alur kerja Hoax Network dimulai dari keluhan masyarakat terhadap berita, kemudian proses pengecekan fakta, pengecekan fakta, dan pembuatan konten penjelasan. Isi penjelasan tersebut kemudian disebarkan ke masyarakat melalui saluran Hoax Network. “Demi efisiensi, Jala Hoaks menerima pengaduan melalui WA, IG, dan website,” tutup Vernier.

Pembicara terakhir, Tuty Octaviany, selaku wakil redaksi newfictionwriters.com menambahkan, mudahnya penyebaran penipuan di Indonesia tidak lepas dari ketimpangan tingkat pendidikan. “Permasalahan inilah yang menyebabkan masyarakat kita rentan terhadap penipuan,” kata Tuty, yang juga merupakan mahasiswa pascasarjana ilmu komunikasi UPN Veteran Jakarta. 

Tuty juga memberikan tips mengenali hoaks, khususnya yang tersebar di media sosial. “Pastikan akun tersebut bukan akun anonim, lalu periksa sumber informasinya, periksa kredibilitas sumbernya, periksa sumber pendukungnya, bandingkan dengan sumber lain dan periksa juga gaya bahasanya,” ujarnya. 

Seminar ini juga memberikan ruang tanya jawab. Reva, seorang mahasiswa pascasarjana ilmu politik, misalnya bertanya-tanya mengapa sebagian besar berita palsu saat ini berkaitan dengan politik. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Dr. Syahrul mengatakan bahwa politik erat kaitannya dengan kekuasaan dan untuk memenangkan suatu persaingan harus dilakukan berbagai cara, termasuk merusak citra lawan melalui pemberitaan palsu.

Seminar yang berlangsung hampir dua jam ini diakhiri dengan penyerahan sertifikat virtual dari moderator seminar, Dr. Ana kepada seluruh pembicara seminar dan foto bersama sebagai bentuk dokumentasi.

(Kanan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *