Usai Ditetapkan Tersangka, Eks Dirjen Minerba Digelandang ke Rutan Salemba

JAKARTA – Mantan Direktur Utama Pertambangan dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot Ariyono (BGA) ditangkap penyidik ​​Jampidus setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus perdagangan timah yang diajukan IUP PT Timah Tbk ke Kejaksaan Agung (Kejagung). (TINS) periode 2015-2022.

Pantauan portal MNC, Bambang dibawa dari ruang interogasi menuju kendaraan penangkapan Kejaksaan Agung. Dia diborgol dan mengenakan pakaian penjara berwarna merah muda.

“Kami menangkap BGA di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung (Jampidsus) Saremba,” kata Kuntardi, Wakil Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI (Jampidsus) (2024).

Detektif mengumpulkan dua bukti dan mengidentifikasi tersangka. Bambang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kegiatan ilegal terkait Rencana Kerja dan Anggaran (RKAB) 2019.

“Perubahan ini tidak konsisten dalam penelitian apa pun, dan baru-baru ini kami menemukan bahwa perubahan ini memfasilitasi perdagangan timah yang diproduksi secara ilegal,” tambahnya.

Diketahui, kasus tersebut bermula dari kontak beberapa tersangka kasus tersebut dengan mantan petinggi PT Timah Tbk. (TINS) akan ditambang pada tahun 2018.

Pejabat PT Timah diduga menangani penambangan timah ilegal. Pertemuan ini menghasilkan PT Timah bermitra dengan beberapa perusahaan untuk menyewa alat.

Oleh karena itu, dalam upaya agar penambangan timah ilegal terlihat legal, beberapa perusahaan swasta bekerja sama dengan PT Timah menerbitkan surat perintah kerja (SPK).

Selain itu, mereka juga diduga melegitimasi aktivitas perusahaan mainan tersebut dengan menerbitkan perintah kerja pengangkutan produk limbah pabrik pengolahan bijih timah.

Selain itu, hasil penambangan ilegal juga dijual kembali ke PT Timah Tbk. Berdasarkan catatan Kejagung, PT Timah mengeluarkan dana sebesar 1,72 triliun birr untuk pembelian bijih timah. Kemudian dari sisi proses metalurgi, PT Timah Tbk mengeluarkan dana sebesar Rp975,5 juta pada tahun 2019 hingga 2022.

Sementara Kejagung bekerja sama dengan pemerhati lingkungan dan BPKP untuk menghitung kerugian harta benda. Alhasil, kerugian pemerintah dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *