Viral Penyandang Disabilitas Tuli Diminta Lepas Alat Bantu Dengar saat UTBK SNBT, Dikira Joki

JAKARTA – Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) mengomentari sikap panitia yang meminta salah satu penyandang disabilitas melepas alat bantu dengar (ADB) saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Peristiwa ini menimpa Naufal Athallah.

Ketua PPDI DKI Jakarta Leindert Hermeinadi menilai kejadian ini menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap hak-hak penyandang disabilitas.

“Kami disuruh melepas perangkat yang penting bagi kami, seperti alat bantu dengar. Dia ingin tes, tapi dia tidak mendengarnya. Artinya, pemahaman mereka terhadap disabilitas masih rendah, kata Leindert, seperti dikutip BBC News Indonesia, Jumat (21/06/2024).

Naufal Athallah, 18 tahun, menderita tuli sejak usia tiga tahun dan menggunakan alat bantu dengar (ABD) pada usia empat tahun.

Bagi Naufal, ABD memegang peranan penting dalam hidupnya.

“ABD adalah penyelamat hidup saya. “Karena itu alat yang memungkinkan saya mendengarkan, berkomunikasi tanpa bahasa isyarat dan memahami situasi,” kata Naufal.

Namun, ia harus merelakan ABD saat mengikuti Tes Seleksi Berbasis Nasional (SNBT) UTBK di Universitas Indonesia pada 14 Mei mendatang untuk bersaing dengan siswa SMA lainnya guna memperebutkan tempat di perguruan tinggi negeri.

“Saya berharap untuk SNBT. Jangan menempuh jalur mandiri karena biayanya mahal. “Sejak SNBT saya berjuang dan bersemangat belajar untuk bisa masuk PTN yang saya impikan,” ujarnya.

Siswa Kelas 12 SMK di Tangsel ini mengatakan, saat mendaftar di SNBT, tidak ada pilihan bagi tunarungu, yang ada hanya tunanetra dan cacat fisik. “Panitia bilang kalau tidak ada pilihan, jangan diklik,” ujarnya.

Naufal pun membiarkan kolom tersebut kosong. Dia kemudian bersiap untuk berkonsentrasi pada studinya.

Ini waktunya hari ujian. Naufal menunggu di luar ruang UTBK. Saat menghafal rumus dan berdoa, ia mendengar suara peserta lain yang mencurigainya sebagai penunggang kuda karena menggunakan ABD.

“Saya dengar (petugas lain) bilang itu alat bantu dengar, apa itu? Saya ragu saya seorang joki UTBK. “Ketika saya mendengar kalimatnya diragukan, saya jadi khawatir,” kata Naufal.

Sebelum ujian berlangsung, Naufal mendatangi panitia.

“Saya bertanya apakah saya boleh menggunakan alat bantu dengar selama ujian karena saya tuli.”

Namun, kata dia, panitia seleksi tidak menyetujui hal tersebut. Dia harus melepaskan ABD.

Sebenarnya saya memutuskan untuk menghapus ABD karena pengurus menyuruh saya untuk menghapusnya, padahal saya sudah meminta dan meminta izin apakah saya bisa menggunakan ABD saat ujian karena saya tuna rungu, katanya.

Jujur saja karena kondisinya agak gelisah, saya belum sempat menanyakan alasannya, katanya dikeluarkan seperti itu pada ujian ABD, kata Naufal.

Ia pun memutuskan melepas ABD saat pemeriksaan. Setelah dibebaskan, dia mengaku tidak bisa mendengar dan mengikuti semua instruksi komisi.

Diakuinya, ada kehilangan fokus. “Saat saya mengikuti ujian, saya tiba-tiba kehilangan fokus dan kehilangan arah. “Suara di telinga saya sangat keras sehingga keseimbangan saya menjadi pusing,” ujarnya.

Kini, Naufal belum bisa mewujudkan kampus impiannya melalui SNBT. Meski kecewa, ia terus berusaha mewujudkan mimpinya.

Ia berharap kejadian yang menimpanya tidak terulang lagi.

“Kami berharap kedepannya sistemnya lebih baik lagi, penyandang tunarungu mengikuti ujian UTBK dan nanti menggunakan ABD,” kata Naufal.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Humas Universitas Indonesia Amelita Lusia mengatakan UTBK sifatnya visual, bukan auditori.

“Jadi peserta tunarungu tidak membutuhkan pertolongan atau pendampingan. “Semua petunjuk ujian ada di layar,” ujarnya.

Amelita menambahkan, UI sudah berkali-kali mengganti UTBK bagi peserta disabilitas, dan sejauh ini ujiannya berjalan baik.

“Sebagai perguruan tinggi ramah disabilitas, kami selalu siap memberikan bantuan sesuai dengan kondisi seluruh peserta penyandang disabilitas,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *