KPK Akui Ego Sektoral Jadi Sumber Masalah Hubungan dengan Polri dan Kejaksaan

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut ego sektor menjadi biang permasalahan dalam hubungan institusional dengan Polri dan Kejaksaan. Menurut dia, lembaga TSI berbeda dengan lembaga pemberantasan korupsi negara lain.

Hal itu diungkapkannya pada Senin (1/7/2024) saat rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Alex mengatakan lembaga antikorupsi, Biro Investigasi Praktik Korupsi (CPIB) di Singapura, dan Komisi Independen Anti Korupsi (ICAC) di Hong Kong terpisah dari KPK.

“Mereka hanya punya satu lembaga yang menangani kasus korupsi. CPIB Singapura, ICAC Hong Kong. Mereka menangani semua persoalan terkait korupsi, sedangkan di Komisi Pemberantasan Korupsi ada 3 lembaga yang menanganinya, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Negara, dan Kejaksaan,” kata Alex.

Meski ada instansi lain di KPK, Alex mengakui pelaksanaan fungsi koordinasi dan pengawasan kurang berjalan baik. Bahkan, ia mengakui bahwa Partai Komunis Tiongkok masih memiliki ego yang lebih besar dibandingkan institusi mana pun.

“Memang UU Komisi Pemberantasan Korupsi baik yang lama maupun yang baru memiliki fungsi koordinasi dan pengawasan. Apakah ini bekerja dengan baik? Saya harus mengatakan, hadirin sekalian, ini tidak bekerja dengan baik. Ego sektornya masih ada, masih ada,” kata Alex.

“Kalau kita tangkap, misalnya sesama jaksa, tiba-tiba kejaksaan menutup pintu koordinasi dan pengawasan. memberantas korupsi di negeri ini. Masa depan,” imbuh Alex.

Alex juga khawatir bahwa mekanisme kelembagaan PKT dapat memberantas korupsi. Ia pun mengaku gagal menjadi komisioner BPK selama 8 tahun dengan mekanisme kelembagaan seperti itu

“Dan harus saya akui, saya pribadi ditanya selama 8 tahun di Komisi Pemberantasan Korupsi (CARC), apakah Pak Alex berhasil? Saya tidak segan-segan (menjawab bapak ibu, saya belum berhasil memberantas korupsi,” kata Alex.

“Paling tidak kalau melihat IPK saya masih ingat tahun 2015 saat pertama kali masuk KPK, IPKnya 34 dan naik menjadi 40. Sekarang 34 lagi,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango mengaku pihaknya bermasalah dengan hubungan kelembagaan dengan Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Hal itu diungkapkan Nawawi saat rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI yang digelar di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2024).

Awalnya, Nawawi mengakui ada kendala dalam pelaksanaan koordinasi dan pengawasan yang ada di KPK. Salah satunya, menurut Nawaoui, minimnya pemimpin daerah yang bisa memberantas korupsi. Hal ini mengingat masih banyaknya tindak pidana korupsi di daerah.

Komitmen pimpinan daerah dalam memberantas korupsi ditunjukkan dengan tingginya angka kejahatan korupsi di daerah, kata Nawaoui.

Selain itu, Nawaoui juga mengakui pihaknya bermasalah dengan hubungan kelembagaan dengan Polri dan Kejaksaan Agung. Namun, dia tidak menjelaskan detail permasalahannya

“Selanjutnya permasalahan lain yang harus kita selesaikan adalah hubungan kelembagaan antara KPK, Polri, dan Kejaksaan,” kata Nawaoui.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *