Lokasi Jadi Tantangan Bangun Rumah bagi Peserta Tapera

JAKARTA – Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengakui kesulitan penyediaan perumahan bagi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

“Masalah lokasi, permasalahan kita saat ini untuk rumah pedesaan adalah ketersediaan lahan yang sesuai, apalagi jika melihat struktur 9,9 juta jiwa tertinggal, sebagian besar bangunannya adalah masyarakat perkotaan, (sehingga) lahan sudah tidak tersedia lagi, kata Heru saat konferensi pers. Pada Rabu (6/5/2024) bertempat di kantor BP Tapera, Jakarta perihal pembaharuan program Tapera.

Ia juga membandingkan pembiayaan KPR di daerah yang jauh dari perkotaan seperti Papua dan Papua Barat saat ini berkisar antara 166 juta hingga 176 juta rupiah, sedangkan untuk wilayah Papua dan Papua Barat harganya mencapai Rp. 222 juta.

“Ini tantangan lain, sehingga kedepannya akan sulit membiasakan masyarakat tinggal di rumah vertikal. Karena kita menggunakan pinjaman dana FLPP dan Tapera untuk membiayai tidak hanya tanah, tapi juga rumah atau apartemen vertikal. harga apartemen lebih tinggi dibandingkan rumah di desa, jadi harganya berbeda, “- katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan (Dirjen) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna mengatakan, lokasi Tapera sangat bergantung pada kebutuhan.

“Lokasi rumah tentunya sangat bergantung pada kebutuhan. Kalau melihat kejadian saat ini, urbanisasi sangat tinggi, tentunya kita ingin masyarakat bisa hidup dalam waktu perjalanan yang murah, kadang sampai 1 jam. . Tempat kerjamu, – jelas Gerry.

Untuk itu, Gerry mengaku saat ini pihaknya sedang menggalakkan agar masyarakat memanfaatkan rumah vertikal dan bukan hanya rumah pedesaan.

Sebab, lanjutnya, menurut statistik saat ini, hanya 900 dari 1,7 juta rumah yang memiliki lahan. Oleh karena itu, ke depan, pemerintah akan mendorong rumah keluarga tunggal menjadi sasaran pembelian rumah rakyat.

“Sampai kita berikan CPR untuk vertikal, karena biayanya dua kali lipat, mungkin sampai 35 tahun, tapi nanti kita lihat subsidinya,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *