Petani Harus Tahu, Pakar Proteksi Tanaman IPB Ungkap 2 Strategi Atasi Virus Tanaman Sayur

JAKARTA – Pakar Perlindungan Tanaman IPB University, Prof. Asmira Damayanti memaparkan skema pengobatan penyakit pada tanaman sayuran dengan menggunakan agen hayati.

Sebab, yang biasa dilakukan petani adalah menyemprotkan insektisida sintetik yang mempunyai dampak negatif, yakni pencemaran lingkungan.

“Jalan pintas yang sering dilakukan petani adalah dengan menyemprotkan insektisida sintetik. “Hal ini dapat meningkatkan penularan penyakit akibat matinya musuh alami, resistensi terhadap kutu daun dan hama lainnya serta pencemaran lingkungan,” ujarnya dalam konferensi pers jelang pidato Guru Besar IPB University yang digelar secara online, menurut sumber resmi. pernyataan IPB, Jakarta, Dushanbe (24/6/2024).

Selain itu, harga insektisida sangat tinggi dan tidak cocok digunakan dalam pertanian organik. Selain itu, saat ini tidak ada virusida kimia yang dapat mengendalikan penyakit ini tanpa merugikan inangnya. Untuk itu, ia mengatakan rencana penanggulangan virus tersebut harus dilaksanakan.

Ia menunjukkan rencana penggunaan alat perlindungan tanaman dan penggunaan tanaman serta kitosan dapat tercapai. Penggunaan tanaman pelindung merupakan salah satu strategi untuk mencegah masuknya kutu daun yang terinfeksi (virulen) ke kebun utama untuk menularkan penyakit yang persisten.

“Tanaman defensif berperan sebagai pertahanan fisik, reservoir virus, kamuflase, dan perangkap untuk mencegah virus kutu daun memasuki tanaman inangnya,” ujarnya.

Namun menurutnya, cara tersebut belum banyak diketahui petani untuk digunakan dalam budidaya tanaman pangan dan non pangan. Faktanya, banyak dari konsumen tersebut menderita penyakit kronis.

Selain itu, ia mengatakan beberapa tumbuhan seperti jamu dan kitosan dapat digunakan untuk melawan penyakit yang disebabkan oleh virus. Karena kedua zat ini dapat merangsang pertahanan tanaman, keduanya memiliki efek antivirus dan insektisida.

“Penyemprotan daun meniran, pegagan, pare, dan pare terbukti mampu memerangi Bean common mosaik virus (BCMV) melalui ketahanan tanaman. Terdapat ekstrak akar rimpang jahe, daun lada-kepiar, dan daun lada anyelir. Telah terbukti memiliki sifat antivirus,” katanya.

Penelitian yang dipimpinnya juga menunjukkan bahwa ekstrak daun mimba, tempung, bugenvil, empat perempatnya, geranium, buncis, klenteng, jambu biji, kecubung, kulit manggis, dan rimpang mawar merah mampu menghilangkan BCMV untuk menjaga ketahanan tanaman sehingga membantu kualitas. 68,1 hingga 100 persen tergantung jenis tanamannya.

Ekstrak daun bugenvil (81,45%) dan jam keempat (80,68%) diketahui mampu menghilangkan penyakit mosaik labu pada tanaman pot. Sedangkan ekstrak daun kelor (77%) dan ekstrak daun bugenvil (82,4%) lebih efektif mengendalikan penyakit kacang tanah.

Demikian pula dengan kitosan, telah terbukti mengendalikan kompleksitas virus mosaik dari 39,5 menjadi 64,6 persen dan mengurangi informasi virus mosaik dari 75,9 menjadi 86,7 persen.

Ia mengatakan, menggabungkan ramuan pelindung dengan ekstrak tumbuhan bioaktif atau kitosan merupakan strategi profilaksis dan preventif. Ini adalah paket anti-virus yang paling efektif dalam memerangi penyakit persisten yang dibawa oleh kutu daun di lapangan.

Kombinasi perlindungan tanaman dan agen biologis dapat dianggap sebagai kelompok pengendalian virus non-spesifik yang harus digunakan dan dikembangkan secara luas. Penggunaan agen biologis dapat dengan mudah mengurangi penggunaan insektisida sintetis.

Aplikasi dapat diintegrasikan dengan versi lain yang kompatibel dan didukung. Kelompok virus persisten ini sangat cocok digunakan pada pertanian organik dan pertanian skala kecil dan menengah, dimana sebagian besar pangan dan pangan non beras adalah petani. Kelompok ini ada di Indonesia, ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *