RUU Penyiaran Dirumuskan Tanpa Melibatkan Dewan Pers dan 11 Konstituennya

JAKARTA – Ketua Dewan Media Ninik Rahaju menyebut organisasi berita yang tergabung dalam Dewan Media tidak dilibatkan dalam pembuatan rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. RUU Penyiaran dinilai berpotensi membatasi kebebasan media.

“Mari kita periksa apakah pemilih media terlibat dalam pembuatan proyek kebijakan ini? Setahu saya, tapi bisa juga dicek ke perwakilan lain, seingat saya belum pernah ada Dewan Media yang terdiri dari 11 deputi. undangan,” kata Ninik dalam debat publik bertajuk “Persoalan Uji Coba UU Penyiaran yang Dapat Membahayakan Kebebasan Media” di Aula Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (15/05/2024).

Kesebelas anggota Dewan Media tersebut adalah AJI, PWI, SPS, IJTI, SMSI, AMSI, JMSI, PFI (Foto-Foto India), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), ATVLI dan PRSSNI (Asosiasi Radio Siaran Swasta Indonesia).

BACA DI:

Menurut dia, ada tingkatan aspek formal yang dilanggar dalam penyusunan peraturan tersebut, karena tidak ada keterlibatan hukum di dalamnya. Sebab salah satu prinsip good governance melibatkan partisipasi.

Termasuk dalam konteks DPR RI perlu melibatkan masyarakat yang berkepentingan dengan sifat undang-undang, data tata kerja yang jelas, manajemen yang baik dengan pembuatan undang-undang, lanjutnya.

Pada saat yang sama, dewan pers menyoroti satu pasal yang sangat penting dari makna undang-undang yang tentunya memerlukan perhatian serius. Salah satunya adalah penyelesaian sengketa pemberitaan yang akhirnya diselesaikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

BACA DI:

“Yang pertama soal kekuasaan menangani persoalan pers, yang kemudian mencoba menangani pelarangan, sensor, karena berhadapan dengan KPI. Pada saat yang sama, rezim kita adalah rezim etis, bukan rezim penegakan hukum, namun rezim etis. “, dia melanjutkan.

Kemudian artikel tentang larangan peliputan jurnalistik saja. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa tidak akan ada pengawasan media lebih lanjut, yang kini sudah jarang terjadi.

“Pasal lain yang juga sudah kami sebutkan sebelumnya adalah tentang penyiaran berita investigasi. Itu mungkin kalau orang Jawa bilang gelo,” ujarnya.

(melihat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *