Universitas Atma Jaya Gelar Diskusi Perlindungan Data

JAKARTA – Universitas Katolik Atmajaya Jakarta membahas tentang perlindungan data. Atma Jaya menyelenggarakan diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan para ahli dan pemangku kepentingan untuk membahas model privasi dan interaksi manusia-komputer (HCI) berdasarkan data biometrik.

FGD ini merupakan langkah penting dalam penelitian yang dipimpin oleh Sih Yuliana Wahuningtas di bidang perlindungan data biometrik selama penggunaan Augmented Reality (XR) di Indonesia. Acara ini dihadiri oleh para ahli, akademisi, peneliti dan praktisi dari berbagai bidang yang bekerja di bidang pengembangan teknologi dan perlindungan data pribadi.

Diskusi ini menyoroti model privasi dan interaksi manusia-komputer (HCI) dalam teknologi imersif berbasis data biometrik di berbagai industri, serta tantangan privasi dan etika yang menyertainya. Vahuningtas dan tim peneliti dalam pemaparannya menyampaikan bahwa teknologi tersebut selain mampu mengidentifikasi pengukuran fisik dan perilaku, serta teknologi imersif, juga menggunakan antarmuka pengenalan emosi dalam pengembangannya.

Meskipun penggunaan teknologi imersif berbasis data biometrik membawa banyak manfaat, namun juga memiliki banyak risiko. Hal ini mencakup risiko bahwa individu mungkin kehilangan kendali atas data biometrik mereka, semakin jelasnya kesenjangan status, dan cara pengontrol data yang memiliki hak kontrol data memengaruhi penyediaan informasi pribadi, termasuk data biometrik, kepada subjek data. dapat berdampak pada pembatasan pilihan dan akses, yang sering kali tidak disadari.

Untuk menanggapi risiko ini, tim peneliti mengusulkan untuk menerapkan model privasi yang berorientasi pada privasi dengan merancang dan menggunakan teknologi peningkatan privasi (PET). PET berguna untuk mematuhi prinsip-prinsip perlindungan data, menciptakan akuntabilitas dan tanggung jawab bagi pengontrol data, melindungi privasi melalui kemajuan teknologi dan metode pemrosesan data, serta mendorong pembagian data yang aman dan keamanan data.

Dalam tanggapan dan pemaparannya, Cinta Devi Rosadi menyoroti pentingnya penggunaan data biometrik untuk melindungi privasi, terutama di era digital. Meskipun teknologi ini menawarkan beragam manfaat, ia menekankan perlunya regulasi yang kuat dan mekanisme perlindungan data yang kuat, terutama untuk teknologi yang semakin kompleks.

Senada dengan pandangan akademisi dan industri terkait, Arif Wahudi, Ketua Subtim Pendukung PDP Kementerian Komunikasi dan Informatika, menekankan perlunya mendesak adanya peraturan khusus terkait data biometrik di Indonesia. Meski Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah disahkan, namun diperlukan peraturan turunan yang lebih spesifik untuk menjamin perlindungan maksimal terhadap data tersebut.

Ia juga menyoroti pentingnya Penilaian Dampak Perlindungan Data (DPIA) dan peran penting Petugas Perlindungan Data (DPO) dalam memastikan kepatuhan terhadap kebijakan GDPR. Lebih lanjut, Dr Rifan Ardianto, Direktur Perdagangan melalui Layanan e-System dan Pelayanan Bisnis Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, mengidentifikasi tantangan dalam mengadopsi teknologi imersif di Indonesia, seperti biaya tinggi, keterbatasan infrastruktur, dan digital publik. kebutahurufan.

Departemen Perdagangan saat ini sedang mengembangkan program regulasi dan literasi teknis untuk mendukung adopsi teknologi ini dengan fokus pada penciptaan ekosistem yang aman dan mudah diakses. Ia juga menjelaskan pentingnya peraturan sandboxing sebagai kerangka untuk menguji kelayakan teknologi dalam lingkungan peraturan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *